Pada 8 Mei 2025, dunia menyaksikan momen bersejarah ketika para Kardinal Gereja Katolik dari seluruh penjuru dunia berkumpul di Kapel Sistina, Vatikan, untuk melaksanakan konklaf pemilihan Paus baru. Konklaf ini diadakan setelah Paus Fransiskus wafat. Proses ini merupakan salah satu tradisi paling sakral dalam Gereja Katolik, yang secara eksklusif hanya dihadiri oleh para kardinal elektoral yang berjumlah sekitar 133 orang.
Konklaf dimulai dengan Misa Pro Eligendo Pontifice di Basilika Santo Petrus, lalu dilanjutkan dengan para Kardinal berjalan ke Kapel Sistina dalam prosesi khusyuk yang dipenuhi doa dan keheningan. Setelah semua peserta bersumpah untuk menjaga kerahasiaan, pintu-pintu Kapel Sistina dikunci, menandai dimulainya konklaf secara resmi.
Pengumuman “Habemus Papam” (Kami memiliki seorang Paus) pun disampaikan dari balkon Basilika Santo Petrus. Paus baru, yang diidentifikasi sebagai Paus Leo XIV, kemudian tampil di hadapan umat dan memberikan berkat “Urbi et Orbi” untuk pertama kalinya. Nama ini menandai kelanjutan warisan spiritual dari para pendahulunya, sekaligus membawa semangat baru untuk masa depan Gereja dan sebagai pemimpin baru Gereja Katolik. Terpilihnya Paus Leo XIV membawa angin segar sekaligus harapan baru dalam melanjutkan visi dan misi Gereja di tengah dunia modern yang penuh tantangan.
Salah satu daya tarik utama dari Paus Leo XIV adalah komitmennya terhadap reformasi Vatikan dan keterbukaannya terhadap dialog antaragama. Dalam pidato perdananya sebagai Paus, ia menekankan pentingnya belas kasih, kesetaraan, dan perdamaian global sebagai fondasi utama dalam kepemimpinannya. Ia juga menegaskan peran penting umat awam dalam kehidupan Gereja dan perlunya pendekatan pastoral yang lebih humanis dan menyentuh kehidupan nyata umat.
Paus Leo XIV lahir dengan nama Robert Francis Prevost dari keluarga Katolik taat. Ia menyelesaikan studi filsafat dan teologi di Roma, kemudian melanjutkan pelayanan sebagai imam misionaris di Afrika dan Asia selama lebih dari dua dekade. Pengalaman inilah yang membentuknya menjadi seorang pemimpin yang memahami kebutuhan umat dari berbagai budaya dan latar belakang sosial.
Paus Leo XIV adalah salah satu tokoh penting dalam hierarki Gereja Katolik saat ini. Lahir di Chicago, Amerika Serikat, pada 14 September 1955, merupakan seorang imam dari Ordo Santo Agustinus (OSA) yang kemudian dipercaya mengemban tugas besar di Vatikan sebagai Prefek Kongregasi untuk Para Uskup. Peran ini sangat strategis, sebab ia bertanggung jawab dalam proses seleksi dan pengangkatan para uskup di seluruh dunia.
Sebelum menjabat sebagai pejabat tinggi Vatikan, Paus Leo XIV menjalani kehidupan pastoral dan akademik yang panjang. Ia dikenal sebagai seorang teolog yang cakap dan juga pemimpin rohani yang rendah hati. Setelah ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1982, Prevost menjalani misi pelayanan di Peru selama lebih dari dua dekade. Di sana, ia berkontribusi dalam pembinaan seminari, pendidikan umat, serta pengembangan komunitas Katolik di wilayah pedesaan.
Pengalamannya di Peru memberikan wawasan yang luas mengenai kebutuhan Gereja di negara-negara berkembang. Ia kemudian diangkat menjadi Uskup Chiclayo di Peru oleh Paus Benediktus XVI pada 2004 dan mulai mendapat perhatian sebagai salah satu uskup yang aktif dalam memperjuangkan keadilan sosial, pendidikan, dan kesejahteraan umat.
Karena dedikasi dan kapasitasnya yang luar biasa, Paus Fransiskus menunjuk Prevost sebagai Prefek Kongregasi untuk Para Uskup pada Januari 2023. Posisi ini sebelumnya dipegang oleh Kardinal Marc Ouellet. Sebagai pemimpin kongregasi ini, Paus Leo XIV memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kualitas dan integritas para uskup yang akan ditunjuk di seluruh dunia. Ia juga memegang peran penting dalam memberikan nasihat kepada Paus dalam pengambilan keputusan strategis untuk Gereja global.
Selain itu, Prevost juga dikenal sebagai tokoh yang terbuka terhadap sinodalitas yakni prinsip Gereja yang mengedepankan dialog, partisipasi, dan kolaborasi antara semua elemen dalam tubuh Gereja. Ia sejalan dengan visi Paus Fransiskus yang ingin menjadikan Gereja sebagai rumah bagi semua orang, khususnya mereka yang terpinggirkan.
Kehadiran Paus Leo XIV sebagai pemimpin di salah satu kongregasi paling berpengaruh di Vatikan tidak hanya mencerminkan kepercayaan besar yang diberikan oleh Paus Fransiskus, tetapi juga menjadi simbol penting atas semakin terbukanya Vatikan terhadap keragaman pengalaman dan perspektif dari para pemimpin Gereja di seluruh dunia.
Sebagai seorang imam Agustinus, Prevost tetap menunjukkan kerendahan hati dan pelayanan yang menjadi ciri khas ordo tersebut. Ia tidak hanya dilihat sebagai administrator, tetapi juga gembala yang memahami kebutuhan umat. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa tugasnya bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga tentang mendengarkan, membimbing, dan memperhatikan umat Tuhan.
Dengan pengalaman lintas budaya, komitmen pada ajaran Gereja, dan semangat pelayanan yang tinggi, Paus Leo XIV telah dan akan terus memainkan peran kunci dalam masa depan Gereja Katolik. Sosoknya menjadi inspirasi, terutama bagi generasi muda imam dan religius yang terpanggil untuk melayani dengan penuh kasih dan integritas.
Sebagai Paus yang dikenal progresif namun tetap setia pada ajaran Gereja, Leo XIV dipandang sebagai figur yang mampu menyatukan berbagai fraksi dalam Gereja Katolik, dari kalangan konservatif hingga reformis. Ia juga menjadi simbol pembaruan dalam komunikasi dan penggunaan teknologi digital untuk menyampaikan pesan-pesan spiritual ke seluruh penjuru dunia.
Selain itu, kepemimpinan Paus Leo XIV juga diwarnai dengan komitmen pada isu-isu global seperti perubahan iklim, migrasi, dan kemiskinan. Ia menegaskan bahwa Gereja tidak boleh hanya diam sebagai institusi keagamaan, tetapi harus menjadi suara profetis yang aktif memperjuangkan keadilan sosial dan martabat manusia.
Konklaf yang memilihnya pun diwarnai dengan suasana penuh harapan. Banyak kardinal menyatakan bahwa mereka merasa Roh Kudus benar-benar membimbing mereka untuk memilih Leo XIV sebagai Paus baru. Hal ini memperkuat legitimasi dan harapan terhadap masa depan Gereja Katolik di bawah kepemimpinannya.
Dengan segala latar belakang, visi, dan semangat yang dibawanya, Paus Leo XIV diharapkan mampu membawa Gereja Katolik ke era baru yang lebih inklusif, transparan, dan penuh kasih. Ia menjadi cahaya harapan di tengah dunia yang penuh gejolak dan tantangan spiritual. (By Sie Komsos)