MISIONARIS KELUARGA KUDUS
Nama resmi MSF adalah Congregatio Missionariorum a Sacra Familia, atau dalam bahasa Indonesia adalah Kongregasi para Misionaris Keluarga Kudus. Dari situ dapat dikenal bahwa MSF adalah kongregasi/tarekat/serikat para imam dan bruder misionaris yang menghidupi keutamaan Keluarga Kudus Nazareth. Dua unsur utama yang menjadi ciri khas MSF dan para anggotanya adalah: 1) Mereka adalah para misionaris, artinya siap diutus (missio [Latin]: perutusan). Diutus baik ke tempat-tempat yang jauh, atau juga kepada orang-orang yang jauh dari Tuhan meskipun tempatnya dekat. 2) Mereka menempatkan Keluarga Kudus sebagai teladan yang utama, dengan ciri khas kekeluargaan yang akrab dan saling mengasihi.
Sejarah
Sejarah MSF dapat ditelusur sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. MSF sendiri didirikan pada tanggal 28 September 1895 di kota Grave, Belanda. Namun demikian proses pendirian MSF telah dimulai sejak jauh sebelumnya. MSF dirintis dan didirikan oleh Romo Jean Berthier MS, yang berasal dari Prancis. Dia adalah seorang imam anggota tarekat Maria la Salette (MS). Tugasnya bersama para romo MS lainnya adalah melayani peziarah yang datang ke gunung La Salette, Prancis, tempat Bunda Maria pernah menampakkan diri dan menyampaikan pesan pertobatan. Sepanjang tahun tempat itu ramai dikunjungi para peziarah, kecuali pada musim dingin karena salju terlalu tebal sehingga gunung tidak dapat dikunjungi.
Pada musim dingin, saat tidak sedang pertugas itulah Romo Berthier mengadakan ‘misi umat’, yaitu berkeliling dari paroki ke paroki, memberikan rangkaian retret kepada keluarga-keluarga. Sepanjang karyanya Romo Berthier telah berkeliling di 16 keuskupan di Prancis. Latar belakang karya itu adalah situasi Prancis setelah Revolusi Prancis (1789) di mana umat mulai meninggalkan iman mereka dan hidup seenaknya sendiri. Saat berkeliling dari paroki ke paroki itulah Romo Berthier menemukan suatu kenyataan berikut: di satu sisi, terasa bahwa kebutuhan akan pelayanan imam sangat besar. Umat sungguh merindukan kehadiran sosok imam untuk melayani kehidupan iman mereka. Di sisi lain, banyak pemuda sebenarnya ingin menjadi seorang imam namun terhalang oleh aturan umum. Mereka umumnya terlalu terlalu tua (pada waktu itu, batas usia maksimal untuk masuk seminari adalah 14 tahun) dan juga terlalu miskin.
Melihat kenyataan itu, Romo Berthier mempunyai gagasan untuk menampung di dalam tarekatnya para pemuda yang mempunyai ‘panggilan terlambat’ dan yang miskin, mendidik mereka menjadi imam untuk memenuhi kebutuhan Gereja. Namun ketika Romo Berthier menyampaikan kepada pimpinannya di tarekat MS, gagasan ini ditolak. Akhirnya Romo Berthier memohon izin untuk menangani karya khusus untuk mendidik para pemuda tersebut di luar struktur tarekat MS. Setelah melalui usaha yang tidak mudah, beliau diizinkan. Bahkan izin diurusnya tidak hanya kepada pimpinan tarekatnya, namun sampai kepada Bapa Paus di Roma. Dengan demikian posisinya menjadi sangat kuat.
Dengan izin tersebut, Romo Berthier memulai karya barunya. Pada awalnya dia hanya akan mendirikan sebuah institut atau seminari (dalam bahasa waktu itu: sekolah apostolik) yang bersifat umum, tidak terikat tarekat tertentu. Namun dalam pemikirannya, akhirnya dia merasa akan lebih baik jika suatu tarekat yang baru dapat didirikan. Dengan demikian dia mendirikan suatu tarekat yang sama sekali baru, yang diberinya nama MSF. Karena situasi di Prancis yang sulit, di mana pemerintahnya anti Gereja, tarekat ini didirikan di kota Grave, Belanda. Rumah induk yang pertama adalah suatu kompleks bekas tangsi militer. Tarekat ini meneladan Keluarga Kudus Nazareth, dan diletakkan dalam perlindungan Bunda Maria Pendamai, yang menampakkan diri di Gunung La Salette, sehingga dikenal dengan Bunda Maria La Salette. Romo Berthier tetap mendampingi Tarekat yang masih muda ini, sejak didirikan pada tahun 1895 sampai saat beliau meninggal pada tahun 1908.
Perkembangan
Selama lebih dari 100 tahun ini MSF berkembang dengan sangat pesat. Pada awalnya MSF hanya berkarya di kawasan Eropa. Pada tahun 1910 mereka mengutus para misionaris yang pertama ke luar Eropa, yakni ke Brasil. Pada tahun 1926, MSF mengutus para misionaris ke Hindia Belanda (Indonesia). Pada tahun 1932, MSF mulai berkarya di Jawa, pertama-tama di Semarang dan kemudian dengan cepat berkembang ke berbagai daerah lain.
MSF internasional saat ini berkarya di berbagai negara di empat benua: Eropa (Belanda, Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Polandia, Belarusia, Ukraina), Amerika (Amerika Serikat, Brasil, Bolivia, Argentina, Cile), Asia-Pasifik (Indonesia, Papua Nugini, Filipina), dan Afrika (Madagaskar). Sumbangan anggota terbesar bagi MSF adalah dari Polandia, sedangkan nomor dua adalah Indonesia. Saat ini ada sekitar 900 imam MSF di seluruh dunia, lebih dari 150 di antaranya berasal dari Indonesia.
MSF di Indonesia diatur dalam 2 provinsi, yaitu provinsi Jawa dan provinsi Kalimantan. Cikal bakal Provinsi Jawa bermula sejak kedatangan tiga misionaris pertama dari Belanda di Semarang pada tahun 1932. Dari Semarang, MSF bergerak ke utara dan melayani umat di pesisir pantai utara Jawa. Kemudian pelayanan diperluas sehingga menjangkau wilayah-wilayah lain juga. Saat ini MSF propinsi Jawa melayani karya di Keuskupan Agung Semarang (Atmodirono, Sendangguwo, Pati, Kudus, Jepara, Purwodadi, Purwosari, Kleco, Banteng, Minomartani, Salatiga, Temanggung, Parakan), Keuskupan Agung Jakarta (Rawamangun, Jagakarsa), Keuskupan Larantuka (Lewolaga, Lato), Keuskupan Pangkal Pinang (Sungai Liat), Keuskupan Tanjung Selor (Nunukan, Sungai Kayan, Sebuku). MSF Propinsi Jawa juga mengutus para anggotanya menjadi misionaris atau melaksanakan tugas-tugas lain di berbagai wilayah di Kalimantan, Papua Nugini, Filipina, Jerman, Cile, Italia, Amerika Serikat.
Karya dan pelayanan
Misi. Sesuai dengan namanya, MSF didirikan sebagai sebuah tarekat misionaris, artinya para anggota MSF siap untuk diutus kepada mereka yang jauh. Mereka yang jauh itu bisa berarti geografis, yaitu orang-orang yang tinggal di pedalaman, daerah pelosok, di luar negeri, yang belum atau kurang mendapat pewartaan kabar gembira. Mereka yang jauh bisa juga berarti orang-orang yang meskipun secara geografis dekat namun secara hidup keimanan jauh dari Tuhan.
Kerasulan. Kerasulan dilaksanakan dalam karya baik di paroki maupun kerasulan-kerasulan khusus (kategorial). Karya kerasulan di paroki berarti para anggota MSF menjalankan kehidupan paroki sesuai dengan semangat dan kekhasan MSF, sedangkan karya-karya kategorial secara khusus menangani kerasulan tertentu. Tiga karya kerasulan utama MSF adalah kerasulan keluarga (pendampingan bagi keluarga-keluarga Katolik dalam setiap aspek kehidupannya), kerasulan panggilan (mengajak sebanyak mungkin orang terlibat dalam karya pelayanan dalam Gereja, khususnya dengan menjalani hidup bakti sebagai imam, biarawan, dan biarawati), dan kerasulan missioner (mengembangkan semangat bermisi, baik kepada anggota MSF sendiri maupun kepada umat yang dilayani sehingga semua terlibat dalam perutusan untuk menyebarkan kabar gembira). Secara khusus MSF di Indonesia dikenal memiliki kekhasan pelayanan dalam kerasulan keluarga. MSF mempunyai suatu lembaga Pusat Kerasulan Keluarga (PPK) di Semarang yang menjadi pusat kegiatan, pelatihan, dan informasi kerasulan. Selain itu para imam MSF dipercaya untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan kerasulan keluarga di berbagai keuskupan.
Jenjang Pendidikan
Sesuai dengan semangat Romo Berthier ketika tarekat ini didirikan, kekhasan pendidikan MSF adalah mendampingi para calon yang terpanggil saat sudah ‘terlambat’ dalam ukuran normal, dan tidak mampu secara ekonomi. Saat ini, seorang pemuda dapat diterima di postulat MSF maksimal pada usia 32 tahun, namun calon yang lebih muda juga diterima, paling sedikit dia sudah lulus SMA atau sederajat. Pertama-tama seorang calon akan dididik di Postulat, kemudian dilanjutkan di Novisiat (Tahun Rohani). Keduanya ada di Salatiga. Selanjutnya calon akan menempuh pendidikan di Skolastikat MSF Yogyakarta, dengan diselingi Tahun Orientasi Pastoral di medan karya. Lama pendidikan calon imam MSF sejak masuk sampai dengan tahbisan sekitar sembilan tahun