Sumber:
Pada 18 Mei 2025, Gereja Katolik menyambut pelantikan resmi Paus Leo XIV, pemimpin ke-267 yang menggantikan mendiang Paus Fransiskus. Upacara sakral ini berlangsung di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, dan dihadiri oleh ribuan umat serta pemimpin dunia. Paus Leo XIV, yang sebelumnya dikenal sebagai Kardinal Robert Francis Prevost, mencatat sejarah sebagai paus pertama dari Amerika Serikat dan anggota Ordo Augustinian sejak abad ke-15.
Latar Belakang dan Perjalanan Hidup
Lahir di Chicago pada 14 September 1955, Prevost berasal dari keluarga berdarah campuran Prancis, Italia, dan Spanyol. Ia menempuh pendidikan di Universitas Villanova, meraih gelar Sarjana Matematika pada 1977, kemudian melanjutkan studi teologi di Catholic Theological Union, Chicago. Pada 19 Juni 1982, ia ditahbiskan sebagai imam di Roma.
Kariernya di Gereja dimulai sebagai misionaris di Peru pada 1985, di mana ia menghabiskan lebih dari satu dekade melayani komunitas miskin dan terpinggirkan. Di sana, ia mendirikan paroki, mengajar hukum kanon, dan menjabat sebagai vikaris yudisial.
Proses Konklaf dan Pemilihan
Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, konklaf diadakan pada 7-8 Mei dengan partisipasi 133 kardinal. Pada pemungutan suara keempat, asap putih mengepul dari Kapel Sistina, menandakan terpilihnya paus baru. Kardinal Dominique Mamberti kemudian mengumumkan “Habemus Papam” dan memperkenalkan Paus Leo XIV kepada dunia.
Makna Nama “Leo XIV”
Dalam pidato pertamanya, Paus Leo XIV mengungkapkan bahwa pemilihan nama tersebut sebagai penghormatan kepada kepada Paus Leo I (Leo Agung) dan Paus Leo XIII, yang dikenal karena perjuangannya terhadap hak-hak pekerja selama Revolusi Industri. Pilihan nama ini mencerminkan komitmennya terhadap pembaruan Gereja dan perhatian pada isu-isu sosial. Paus Leo XIV menekankan pentingnya ajaran sosial Gereja dalam menghadapi tantangan modern seperti kecerdasan buatan dan keadilan sosial.
Misa Pelantikan dan Simbol Kepausan
Misa pelantikan dimulai dengan kunjungan ke makam Santo Petrus, diikuti dengan prosesi menuju altar utama. Dalam misa tersebut, Paus Leo XIV menerima pallium dan cincin nelayan, simbol otoritas pastoral dan kepemimpinan sebagai penerus Santo Petrus. Tradisi ini menandai awal resmi masa kepausannya.
Agenda Awal Kepemimpinan
Setelah pelantikan, Paus Leo XIV memiliki agenda padat, termasuk pertemuan dengan kardinal, doa Regina Caeli, audiensi dengan media internasional, dan pertemuan dengan korps diplomatik. Ia juga dijadwalkan mengunjungi basilika utama di Roma dan mengadakan audiensi umum pertama pada 21 Mei.
Pesan Perdamaian dan Harapan
Dalam misa perdananya, Paus Leo XIV menyerukan agar Gereja menjadi cahaya bagi dunia yang diliputi kegelapan. Ia mengajak umat untuk menjangkau mereka yang lebih memilih teknologi, uang, dan kekuasaan daripada iman. Paus menekankan pentingnya dialog, perdamaian, dan kasih dalam menghadapi tantangan zaman.
Sambutan Dunia Internasional
Pemilihan Paus Leo XIV disambut hangat oleh para pemimpin dunia. Presiden Palestina Mahmud Abbas berharap kepemimpinannya dapat mempertahankan warisan perdamaian Paus Fransiskus. Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni dan Kanselir Jerman Friedrich Merz memuji pesan perdamaian yang disampaikan Paus.
Kesimpulan
Pelantikan Paus Leo XIV menandai awal baru bagi Gereja Katolik, dengan harapan akan pembaruan dan semangat perdamaian. Dengan latar belakang yang kaya dan pengalaman internasional, Paus Leo XIV diharapkan mampu memimpin Gereja menghadapi tantangan zaman dengan bijaksana. (By Sie. Komsos). Foto: CNBC.
Pada 8 Mei 2025, dunia menyaksikan momen bersejarah ketika para Kardinal Gereja Katolik dari seluruh penjuru dunia berkumpul di Kapel Sistina, Vatikan, untuk melaksanakan konklaf pemilihan Paus baru. Konklaf ini diadakan setelah Paus Fransiskus wafat. Proses ini merupakan salah satu tradisi paling sakral dalam Gereja Katolik, yang secara eksklusif hanya dihadiri oleh para kardinal elektoral yang berjumlah sekitar 133 orang.
Konklaf dimulai dengan Misa Pro Eligendo Pontifice di Basilika Santo Petrus, lalu dilanjutkan dengan para Kardinal berjalan ke Kapel Sistina dalam prosesi khusyuk yang dipenuhi doa dan keheningan. Setelah semua peserta bersumpah untuk menjaga kerahasiaan, pintu-pintu Kapel Sistina dikunci, menandai dimulainya konklaf secara resmi.
Pengumuman “Habemus Papam” (Kami memiliki seorang Paus) pun disampaikan dari balkon Basilika Santo Petrus. Paus baru, yang diidentifikasi sebagai Paus Leo XIV, kemudian tampil di hadapan umat dan memberikan berkat “Urbi et Orbi” untuk pertama kalinya. Nama ini menandai kelanjutan warisan spiritual dari para pendahulunya, sekaligus membawa semangat baru untuk masa depan Gereja dan sebagai pemimpin baru Gereja Katolik. Terpilihnya Paus Leo XIV membawa angin segar sekaligus harapan baru dalam melanjutkan visi dan misi Gereja di tengah dunia modern yang penuh tantangan.
Salah satu daya tarik utama dari Paus Leo XIV adalah komitmennya terhadap reformasi Vatikan dan keterbukaannya terhadap dialog antaragama. Dalam pidato perdananya sebagai Paus, ia menekankan pentingnya belas kasih, kesetaraan, dan perdamaian global sebagai fondasi utama dalam kepemimpinannya. Ia juga menegaskan peran penting umat awam dalam kehidupan Gereja dan perlunya pendekatan pastoral yang lebih humanis dan menyentuh kehidupan nyata umat.
Paus Leo XIV lahir dengan nama Robert Francis Prevost dari keluarga Katolik taat. Ia menyelesaikan studi filsafat dan teologi di Roma, kemudian melanjutkan pelayanan sebagai imam misionaris di Afrika dan Asia selama lebih dari dua dekade. Pengalaman inilah yang membentuknya menjadi seorang pemimpin yang memahami kebutuhan umat dari berbagai budaya dan latar belakang sosial.
Paus Leo XIV adalah salah satu tokoh penting dalam hierarki Gereja Katolik saat ini. Lahir di Chicago, Amerika Serikat, pada 14 September 1955, merupakan seorang imam dari Ordo Santo Agustinus (OSA) yang kemudian dipercaya mengemban tugas besar di Vatikan sebagai Prefek Kongregasi untuk Para Uskup. Peran ini sangat strategis, sebab ia bertanggung jawab dalam proses seleksi dan pengangkatan para uskup di seluruh dunia.
Sebelum menjabat sebagai pejabat tinggi Vatikan, Paus Leo XIV menjalani kehidupan pastoral dan akademik yang panjang. Ia dikenal sebagai seorang teolog yang cakap dan juga pemimpin rohani yang rendah hati. Setelah ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1982, Prevost menjalani misi pelayanan di Peru selama lebih dari dua dekade. Di sana, ia berkontribusi dalam pembinaan seminari, pendidikan umat, serta pengembangan komunitas Katolik di wilayah pedesaan.
Pengalamannya di Peru memberikan wawasan yang luas mengenai kebutuhan Gereja di negara-negara berkembang. Ia kemudian diangkat menjadi Uskup Chiclayo di Peru oleh Paus Benediktus XVI pada 2004 dan mulai mendapat perhatian sebagai salah satu uskup yang aktif dalam memperjuangkan keadilan sosial, pendidikan, dan kesejahteraan umat.
Karena dedikasi dan kapasitasnya yang luar biasa, Paus Fransiskus menunjuk Prevost sebagai Prefek Kongregasi untuk Para Uskup pada Januari 2023. Posisi ini sebelumnya dipegang oleh Kardinal Marc Ouellet. Sebagai pemimpin kongregasi ini, Paus Leo XIV memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kualitas dan integritas para uskup yang akan ditunjuk di seluruh dunia. Ia juga memegang peran penting dalam memberikan nasihat kepada Paus dalam pengambilan keputusan strategis untuk Gereja global.
Selain itu, Prevost juga dikenal sebagai tokoh yang terbuka terhadap sinodalitas yakni prinsip Gereja yang mengedepankan dialog, partisipasi, dan kolaborasi antara semua elemen dalam tubuh Gereja. Ia sejalan dengan visi Paus Fransiskus yang ingin menjadikan Gereja sebagai rumah bagi semua orang, khususnya mereka yang terpinggirkan.
Kehadiran Paus Leo XIV sebagai pemimpin di salah satu kongregasi paling berpengaruh di Vatikan tidak hanya mencerminkan kepercayaan besar yang diberikan oleh Paus Fransiskus, tetapi juga menjadi simbol penting atas semakin terbukanya Vatikan terhadap keragaman pengalaman dan perspektif dari para pemimpin Gereja di seluruh dunia.
Sebagai seorang imam Agustinus, Prevost tetap menunjukkan kerendahan hati dan pelayanan yang menjadi ciri khas ordo tersebut. Ia tidak hanya dilihat sebagai administrator, tetapi juga gembala yang memahami kebutuhan umat. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa tugasnya bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga tentang mendengarkan, membimbing, dan memperhatikan umat Tuhan.
Dengan pengalaman lintas budaya, komitmen pada ajaran Gereja, dan semangat pelayanan yang tinggi, Paus Leo XIV telah dan akan terus memainkan peran kunci dalam masa depan Gereja Katolik. Sosoknya menjadi inspirasi, terutama bagi generasi muda imam dan religius yang terpanggil untuk melayani dengan penuh kasih dan integritas.
Sebagai Paus yang dikenal progresif namun tetap setia pada ajaran Gereja, Leo XIV dipandang sebagai figur yang mampu menyatukan berbagai fraksi dalam Gereja Katolik, dari kalangan konservatif hingga reformis. Ia juga menjadi simbol pembaruan dalam komunikasi dan penggunaan teknologi digital untuk menyampaikan pesan-pesan spiritual ke seluruh penjuru dunia.
Selain itu, kepemimpinan Paus Leo XIV juga diwarnai dengan komitmen pada isu-isu global seperti perubahan iklim, migrasi, dan kemiskinan. Ia menegaskan bahwa Gereja tidak boleh hanya diam sebagai institusi keagamaan, tetapi harus menjadi suara profetis yang aktif memperjuangkan keadilan sosial dan martabat manusia.
Konklaf yang memilihnya pun diwarnai dengan suasana penuh harapan. Banyak kardinal menyatakan bahwa mereka merasa Roh Kudus benar-benar membimbing mereka untuk memilih Leo XIV sebagai Paus baru. Hal ini memperkuat legitimasi dan harapan terhadap masa depan Gereja Katolik di bawah kepemimpinannya.
Dengan segala latar belakang, visi, dan semangat yang dibawanya, Paus Leo XIV diharapkan mampu membawa Gereja Katolik ke era baru yang lebih inklusif, transparan, dan penuh kasih. Ia menjadi cahaya harapan di tengah dunia yang penuh gejolak dan tantangan spiritual. (By Sie Komsos)
Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, Gereja Katolik memulai proses konklaf untuk memilih pemimpin baru. Konklaf, berasal dari bahasa Latin cum clave yang berarti “dengan kunci”, merupakan pertemuan tertutup para kardinal untuk memilih Paus baru. Proses ini berlangsung di Kapel Sistina, Vatikan, dan dijaga ketat untuk menjaga kerahasiaannya.
Tahapan Konklaf
Pentingnya Konklaf bagi Gereja Katolik
Konklaf bukan hanya proses pemilihan pemimpin baru, tetapi juga momen refleksi bagi Gereja Katolik untuk menentukan arah masa depannya. Pemilihan Paus baru akan mempengaruhi kebijakan dan pendekatan Gereja terhadap berbagai isu global.
Syarat Menjadi Paus
Menurut Kitab Hukum Kanonik, Paus Roma mendapatkan otoritas tertinggi di Gereja setelah melalui pemilihan yang sah dan menerima tahbisan sebagai uskup. Calon Paus harus seorang pria Katolik yang telah dibaptis. Apabila belum ditahbiskan sebagai uskup, maka calon Paus harus segera diangkat menjadi uskup.
Kerahasiaan Konklaf
Konklaf dikelilingi aura misteri dan dijaga dengan ketat. Kerahasiaan proses pemilihan ini diutamakan, sehingga para kardinal yang terlibat diharuskan untuk tidak mengungkapkan apa pun yang terjadi di dalam Kapel Sistina. Penggunaan alat komunikasi seperti radio, televisi, surat kabar, bahkan telepon seluler dilarang keras untuk menjaga kesucian dan kerahasiaan momen penting tersebut.
Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik yang dikenal dengan kesederhanaannya, wafat pada 21 April 2025 dalam usia 88 tahun. Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, Gereja Katolik menjalankan tradisi Novemdiales, yaitu sembilan hari masa berkabung yang diisi dengan Misa Requiem untuk mendoakan arwah Paus yang telah berpulang. Misa Novemdiales pertama dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re di Lapangan Santo Petrus. Selama sembilan hari berturut-turut, yang diadakan di Basilika Santo Petrus dan tempat-tempat lain di seluruh dunia. Misa-misa ini dipimpin oleh para kardinal dan uskup, serta dihadiri oleh umat Katolik dari berbagai negara.
Di Indonesia, Keuskupan Agung Jakarta mengadakan Misa Novemdiales di Katedral Jakarta setiap malam selama sembilan hari tersebut. Umat Katolik di Jakarta dan sekitarnya turut serta dalam Misa ini sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi Paus Fransiskus.
Misa Requiem utama diadakan di Katedral Jakarta pada Kamis, 24 April 2025 pukul 18.00 WIB. Misa ini dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, dan dihadiri oleh Duta Besar Vatikan, para imam, serta umat Katolik dari berbagai paroki. Suasana khidmat dan penuh doa menyelimuti seluruh rangkaian misa. Misa Requiem memiliki makna mendalam dalam tradisi Katolik. Selain sebagai bentuk penghormatan terakhir, misa ini juga menjadi sarana bagi umat untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal, agar mereka mendapatkan kedamaian abadi di sisi Tuhan.
Tradisi Novemdiales merupakan bagian dari Ordo Exsequiarum Romani Pontificis, yaitu tata cara liturgi pemakaman Paus yang telah disederhanakan oleh Paus Fransiskus sendiri sebelum wafatnya. Beliau memilih pemakaman yang sederhana dan pribadi, menolak tradisi peti mati tiga lapis dan memilih dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, bukan di Basilika Santo Petrus seperti para pendahulunya.
Misa Novemdiales tidak hanya menjadi momen untuk mendoakan arwah Paus Fransiskus, tetapi juga sebagai refleksi atas warisan dan ajaran yang beliau tinggalkan. Selama masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus dikenal sebagai pemimpin yang rendah hati, peduli terhadap kaum marginal, dan mendorong dialog antaragama. Misa-misa ini menjadi kesempatan bagi umat untuk mengenang dan melanjutkan semangat pelayanan yang telah diteladankan oleh Paus Fransiskus.
Dengan berakhirnya Misa Novemdiales, Gereja Katolik memasuki masa sede vacante, yaitu masa kekosongan takhta kepausan, hingga terpilihnya Paus baru melalui konklaf yang dijadwalkan setelah 10 Mei 2025.
Pemakamannya pada 26 April 2025 menjadi momen bersejarah yang mencerminkan nilai-nilai yang selalu ia junjung tinggi.
Upacara Pemakaman yang Sederhana
Berbeda dengan tradisi sebelumnya, Paus Fransiskus memilih upacara pemakaman yang sederhana. Ia dimakamkan dalam satu peti kayu berlapis seng, menggantikan tradisi tiga peti yang digunakan untuk paus sebelumnya. Jenazahnya tidak dipajang di atas panggung tinggi (catafalque) di Basilika Santo Petrus, melainkan ditempatkan dalam peti terbuka untuk penghormatan terakhir umat.
Pemakaman di Basilika Santa Maria Maggiore
Paus Fransiskus memilih Basilika Santa Maria Maggiore di Roma sebagai tempat peristirahatan terakhirnya, bukan di Basilika Santo Petrus seperti pendahulunya. Keputusan ini mencerminkan kedekatannya dengan basilika tersebut, di mana ia sering berdoa sebelum dan sesudah perjalanan apostoliknya .
Kehadiran Para Pemimpin Dunia
Lebih dari 250.000 pelayat menghadiri misa pemakaman di Lapangan Santo Petrus, termasuk Presiden AS Donald Trump, mantan Presiden Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, dan Pangeran William. Dari Indonesia, Presiden ke-7 Joko Widodo bersama utusan Presiden Prabowo Subianto turut hadir dan memberikan penghormatan di depan peti jenazah Paus Fransiskus. Setelah misa, peti jenazah Paus Fransiskus diarak melalui jalanan Roma menuju Basilika Santa Maria Maggiore untuk dimakamkan .
Makam yang Sederhana
Makam Paus Fransiskus ditandai dengan tulisan “Franciscus” dan dihiasi satu mawar putih, sesuai dengan keinginannya untuk kesederhanaan. Ia menjadi paus pertama dalam lebih dari satu abad yang dimakamkan di luar Vatikan. Sebuah salib diterangi oleh lampu sorot di atas makam tersebut. Para pelayat mengantre di luar gereja untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Paus Fransiskus.
Warisan Kesederhanaan
Paus Fransiskus dikenal dengan gaya hidup sederhana dan perhatian terhadap kaum marginal. Pemakamannya yang sederhana mencerminkan nilai-nilai yang ia anut selama hidupnya. Ia meninggalkan warisan kepemimpinan yang berfokus pada kasih, kesederhanaan, dan pelayanan kepada sesama. (By Sie Komsos)
Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik pertama dari Amerika Latin dan anggota Ordo Jesuit, wafat pada Senin, 21 April 2025, pukul 07.35 waktu setempat di kediamannya, Domus Sanctae Marthae, Vatikan. Beliau meninggal pada usia 88 tahun, dimana Kesehatan Paus Fransiskus telah menurun dalam beberapa bulan terakhir. Beliau sempat dirawat di rumah sakit selama 38 hari karena beberapa kondisi kesehatan lain. Meskipun demikian, beliau tetap menjalankan tugasnya dengan dedikasi hingga akhir hayatnya
Selama masa kepemimpinannya sejak terpilih pada 13 Maret 2013, Paus Fransiskus dikenal karena pendekatan yang rendah hati dan fokus pada reformasi. Beliau menekankan belas kasih, inklusivitas, dan perhatian terhadap kaum marginal. Paus Fransiskus juga dikenal karena upayanya dalam reformasi birokrasi Vatikan dan keuangan Gereja.
Dalam penampilan publik terakhirnya pada Minggu, 20 April 2025, dimana satu momen terakhir yang mengharukan adalah ketika Paus Fransiskus meskipun dalam kondisi kesehatan yang menurun, beliau tetap hadir di balkon Basilika Santo Petrus, menyapa umat dengan ucapan singkat, “Saudara dan saudari, Selamat Paskah.” Pesan lengkapnya, yang dikenal sebagai “Urbi et Orbi,” dibacakan oleh Uskup Agung Diego Ravelli, karena Paus tidak mampu membacakannya sendiri. Pada Misa Paskah di Lapangan Santo Petrus, dia menunjukkan komitmennya yang tak tergoyahkan terhadap umat Katolik di seluruh dunia.
Dalam pesan tersebut, Paus Fransiskus menekankan bahwa kebangkitan Kristus adalah dasar dari harapan umat manusia. Beliau menyatakan bahwa harapan bukanlah pelarian, melainkan tantangan yang memperkuat kita. “Marilah kita menyerahkan diri kepada-Nya, karena hanya Dia yang dapat memperbarui segalanya,” ujar Paus.
Paus juga menyerukan perdamaian di berbagai wilayah konflik, termasuk Gaza dan Ukraina. Beliau mengajak para pemimpin dunia untuk tidak menyerah pada logika ketakutan dan kekerasan, melainkan membangun dunia yang lebih adil dan damai .
Pesan Paskah ini menjadi warisan terakhir Paus Fransiskus sebelum wafat pada 21 April 2025. Beliau dikenang sebagai pemimpin yang penuh kasih, rendah hati, dan berkomitmen pada perdamaian serta keadilan sosial.
Setelah wafatnya, jenazah Paus Fransiskus akan disemayamkan di Basilika Santo Petrus untuk memberikan kesempatan kepada umat memberikan penghormatan terakhir. Pemakaman dijadwalkan pada hari Sabtu, 26 April 2025, sesuai dengan tradisi Gereja Katolik .
Paus Fransiskus telah menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, dekat dengan ikon Madonna yang sangat beliau cintai. Pemakaman direncanakan akan dilaksanakan pada 26 April 2025 di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.
Kabar wafatnya Paus Fransiskus disambut dengan duka mendalam dari berbagai pemimpin dunia. Presiden AS Joe Biden menyebutnya sebagai “Paus Rakyat” yang berdedikasi pada keadilan sosial dan lingkungan. Para pemimpin agama dan politik lainnya juga memberikan penghormatan atas warisan beliau yang penuh kasih dan reformasi.
Wafatnya Paus Fransiskus meninggalkan warisan yang mendalam dalam sejarah Gereja Katolik. Beliau dikenang sebagai pemimpin yang membawa angin segar dalam Gereja, dengan fokus pada kasih, belas kasih, dan reformasi yang inklusif. (By Sie. Komsos)
Sancta Porta / Porta Sancta, atau Pintu Suci, adalah pintu khusus yang terdapat di empat Basilika Utama di Roma: Basilika Santo Petrus, Basilika Santo Paulus di Luar Tembok, Basilika Santo Yohanes Lateran, dan Basilika Santa Maria Maggiore. Pintu ini hanya dibuka selama Tahun Yubileum, yang diadakan setiap 25 tahun, sebagai simbol pembukaan jalan menuju keselamatan dan panggilan untuk pertobatan bagi umat Katolik.
Sejarah dan Makna Sancta Porta
Tradisi pembukaan Pintu Suci dimulai pada abad ke-15. Pada Tahun Yubileum 1423, Paus Martinus V membuka Pintu Suci di Basilika Lateran. Di Basilika Santo Petrus, tradisi ini dimulai pada Tahun Yubileum 1450. Paus Aleksander VI, pada tahun 1500, menetapkan ritual pembukaan Pintu Suci yang kemudian menjadi tradisi tetap dalam perayaan Tahun Yubileum.
Pembukaan Pintu Suci melambangkan pembukaan pintu rahmat dan pengampunan, mengajak umat untuk melakukan ziarah dan memperbarui iman mereka. Selama Tahun Yubileum, peziarah yang melewati Pintu Suci dengan sikap tobat dan memenuhi syarat tertentu dapat memperoleh indulgensi penuh, yaitu penghapusan hukuman temporal akibat dosa.
Pembukaan Pintu Suci Tahun Yubileum 2025
Pada 24 Desember 2024, Paus Fransiskus secara resmi membuka Pintu Suci di Basilika Santo Petrus, menandai dimulainya Tahun Yubileum 2025. Upacara ini berlangsung pada Misa Malam Natal dan dihadiri oleh ribuan peziarah dari seluruh dunia. Paus Fransiskus menyatakan bahwa pembukaan Pintu Suci menghidupkan kembali tradisi kuno Gereja yang mendorong umat beriman untuk melakukan ziarah ke Roma.
Selama Tahun Yubileum 2025, diperkirakan sekitar 35 juta peziarah akan mengunjungi Roma dan melewati Pintu Suci di empat Basilika Utama. Tahun Yubileum ini akan berakhir dengan penutupan Pintu Suci pada 6 Januari 2026, bertepatan dengan Hari Raya Epifani.
Sancta Porta di Keuskupan Agung Jakarta
Menanggapi ajakan Paus Fransiskus, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) juga membuka Pintu Suci di Katedral Jakarta. Pada 4 Januari 2025, Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, memimpin Misa Pembukaan Tahun Yubileum dan membuka Pintu Suci di Katedral Jakarta. Pembukaan ini menandai dimulainya perayaan Tahun Yubileum 2025 di KAJ, memberikan kesempatan bagi umat di Indonesia untuk berpartisipasi dalam perayaan ini tanpa harus pergi ke Roma.
Makna Spiritual dan Kesempatan Pertobatan
Melewati Pintu Suci selama Tahun Yubileum bukan sekadar tindakan fisik, tetapi memiliki makna spiritual yang mendalam. Ini adalah simbol perjalanan rohani menuju pertobatan, pembaruan iman, dan komitmen untuk hidup sesuai dengan ajaran Kristus. Umat diajak untuk merenungkan hubungan mereka dengan Tuhan, memperbaiki kesalahan masa lalu, dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.
Kesimpulan
Sancta Porta merupakan simbol penting dalam tradisi Katolik, melambangkan pembukaan jalan menuju rahmat dan pengampunan selama Tahun Yubileum. Pembukaan Pintu Suci di berbagai basilika, termasuk di Katedral Jakarta, memberikan kesempatan bagi umat untuk memperdalam iman dan melakukan pertobatan. Melalui tradisi ini, Gereja mengajak umatnya untuk merenungkan makna keselamatan dan memperbarui komitmen mereka dalam mengikuti ajaran Kristus.
Gereja-gereja di seluruh dunia juga akan membuka Pintu Suci yang memungkinkan umat di berbagai belahan dunia untuk berpartisipasi dalam perayaan Yubileum tanpa harus melakukan perjalanan jauh, di setiap Paroki. Setelah melewati Pintu Suci, umat akan berdoa Ziarah Tahun Yubileum di dalam Gereja / Kapel / Taman Doa / Gua Maria
Unsur-unsur yang terkandung dalam Pintu Suci:
Setiap hari dibuka dari 08.00 s/d 20.00 WIB (jika ada misa atau perayaan, ditutup 1 jam sebelum misa dan dibuka 30 menit setelah misa/misa terakhir).
Hari Sabtu : 08.00 s/d 16.00 WIB dan 18.30 s/d 20.00 WIB
Hari Minggu : 12.00 s/d 16.00 WIB dan 18.30 s/d 20.00 WIB
Jadwal penerimaan Sakramen Pengakuan Dosa setiap hari Jumat : 17.00 s/d 18.00 WIB atau setelah Misa Jumat Pertama.
Tahun Yubileum, atau Tahun Suci, adalah periode istimewa dalam tradisi Gereja Katolik yang dirayakan setiap 25 tahun sekali. Perayaan ini merupakan waktu khusus untuk pengampunan dosa, pembebasan dari hukuman dosa, dan kesempatan bagi umat untuk memperbarui iman melalui ziarah dan pertobatan.
Asal Usul dan Makna Tahun Yubileum
Konsep Yubileum berasal dari tradisi Yahudi yang tercatat dalam Kitab Imamat, di mana setiap 50 tahun dirayakan sebagai tahun pembebasan: budak dibebaskan, hutang dihapuskan, dan tanah yang dijual dikembalikan kepada pemilik asalnya. Gereja Katolik mengadopsi tradisi ini sebagai momen rahmat dan rekonsiliasi, memberikan kesempatan bagi umat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Perayaan Tahun Yubileum dalam Gereja Katolik
Tahun Yubileum pertama kali ditetapkan oleh Paus Bonifasius VIII pada tahun 1300 dan sejak itu dirayakan secara berkala. Selama Tahun Suci, Paus membuka Pintu Suci di Basilika Santo Petrus di Vatikan, yang melambangkan jalan menuju keselamatan. Umat Katolik didorong untuk melakukan ziarah ke gereja-gereja utama, menerima sakramen pengakuan dosa, dan berpartisipasi dalam Misa Kudus sebagai tanda pertobatan dan pembaruan iman.
Tahun Yubileum 2025: Peziarah Harapan
Paus Fransiskus telah mengumumkan bahwa Tahun Yubileum berikutnya akan dimulai pada malam Natal, 24 Desember 2024, dan berakhir pada 6 Januari 2026. Dengan tema “Peziarah Harapan”, perayaan ini diharapkan menjadi momen bagi umat Katolik di seluruh dunia untuk memperbarui harapan dan iman mereka, terutama setelah tantangan global yang dihadapi dalam beberapa tahun terakhir.
Persiapan dan Partisipasi Umat
Menjelang Tahun Yubileum 2025, berbagai persiapan telah dilakukan di seluruh dunia. Kota-kota seperti Lourdes di Prancis menantikan kedatangan para peziarah yang ingin merasakan rahmat khusus selama periode ini. Umat Katolik didorong untuk mempersiapkan diri melalui doa, refleksi, dan tindakan amal, sehingga dapat merasakan makna mendalam dari perayaan ini.
Indulgensi dalam Tahun Yubileum
Salah satu aspek penting dari Tahun Yubileum adalah kesempatan untuk memperoleh indulgensi penuh, yaitu penghapusan hukuman temporal akibat dosa yang telah diampuni. Untuk mendapatkannya, umat harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti melakukan ziarah ke gereja yang ditunjuk, menerima sakramen pengakuan dosa, berpartisipasi dalam Ekaristi, dan berdoa sesuai dengan intensi Paus.
Kesempatan untuk Pembaruan Spiritual
Tahun Yubileum menawarkan kesempatan bagi umat Katolik untuk merenungkan perjalanan spiritual mereka, memperdalam hubungan dengan Tuhan, dan memperbarui komitmen dalam menjalani ajaran Kristus. Melalui pertobatan, rekonsiliasi, dan tindakan kasih, diharapkan umat dapat mengalami transformasi rohani yang membawa damai dan harapan baru dalam kehidupan mereka.
Terlampir Leaflet Panduan Tahun Yubileum 2025
Yth. Romo, Bapak, Ibu Dewan Pleno
Tim ASAK ingin mengucapkan rasa syukur kami atas terlaksananya acara Rekoleksi Anak Jenjang SMA-Kuliah, kemarin Minggu, 24 November 2024.
Teristimewa terimakasih kami kepada Romo Yanno dan Romo Feri yang telah memberikan kisah iman inspiratif ; teman-teman pengurus di Tim ASAK; para penyantun dan donatur yang telah mendukung acara dengan beragam kontribusi baik itu materi maupun nonmateri, juga keterlibatan dan partisipasi aktif dari anak-anak ASAK jenjang SMA-Kuliah yang hadir.
Kami percaya bahwa segala kekurangan yang ada akan Tuhan sempurnakan dengan caraNya. Semoga rekoleksi ini dapat memotivasi anak-anak untuk semakin mengimani kebaikan Tuhan dan sebagai bekal pendidikan karakter.
Moment kebersamaan dan keceriaan kegiatan Rekoleksi kami abadikan dalam tayangan video berikut:
https://youtu.be/s_mfeRKoIaM (silahkan untuk di like, comment dan share 🙏🏻😇)
Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang (Amsal 23:18)
Tim ASAK
Saudara-saudari yang terkasih
“Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Mesias, Tuhan di kota Daud” (Luk 2:11). Kabar sukacita ini disampaikan oleh para malaikat kepada para gembala. Begitu mendengar kabar gembira itu, para gembala segera bangkit, meninggalkan ternaknya dan berseru ”Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem….”, serta bersama berjalan mencari tempat kelahiran Yesus. Mereka pun menemukan bayi Yesus yang terbaring dalam palungan.
Para gembala adalah gambaran orang-orang miskin dan sederhana yang menaruh pengharapan akan keselamatan pada Allah. Mereka sering dipandang sebagai orang pinggiran dan kurang diperhitungkan dalam kehidupan sosial. Namun merekalah orang-orang pertama yang dipilih Allah untuk mendapatkan warta gembira keselamatan. Kesigapan serta kesediaan total untuk menanggapi berita keselamatan itu menjadi contoh bagi kita agar kitapun bergegas berjalan bersama menjumpai Yesus.
Setelah berjumpa dengan Yesus, para gembala mengalami pembaruan hidup dan sikap mereka. Mereka berubah menjadi pribadi-pribadi yang optimis dan dengan sukacita “memuji dan memuliakan Allah” (Luk 2:20). Rahmat Tuhan dalam perjumpaan itu telah mengubah mereka. Betapa dahsyat kekuatan kasih Tuhan yang memperhatikan dan mendorong mereka untuk melakukan misi baru.
Saudara-saudari yang terkasih.
Seperti para gembala itu, kita sebagai satu kawanan umat Allah dipanggil untuk bersama-sama menjumpai Yesus, yang mengampuni, menyembuhkan, peduli pada orang yang dikucilkan, dan terpinggirkan. Perjumpaan yang sejati dan tulus membuat kita menerima kekuatan dari Yesus untuk memberikan kesaksian dalam bentuk “memuji dan memuliakan Allah”. Kemuliaan Allah itu dilaksanakan dalam tindakan- tindakan yang menghadirkan kasihNya, di tengah keluarga, komunitas, Gereja, masyarakat dan bangsa. Kasih kepada sesama manusia itu menjadi konkret dalam tindakan saling menghormati, menghargai, menguatkan,
dan membangun persahabatan antar manusia tanpa memandang perbedaan suku, agama, kepercayaan, golongan, warna kulit, dan status sosial. Maka, perayaan Natal sungguh mendorong kita untuk berjalan bersama dalam iman, persaudaraan dan belarasa.
Pewartaan kasih Allah terasa semakin mendesak mengingat sebagian masyarakat kita masih mudah diadu domba oleh berita-berita yang menyesatkan dan hasutan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab. Akibatnya mudah terjadi konflik, perpecahan, dan tindak kekerasan. Di samping itu, persoalan ketidakadilan, kemiskinan, intoleransi, perdagangan orang, praktik-praktik perjudian dan pinjaman (online), dan perusakan lingkungan hidup juga masih marak terjadi. Kita yang merayakan kelahiran Sang Pembawa Damai mesti memiliki keteguhan iman, ikatan persaudaraan, dan kehendak untuk berbelarasa. Dengan dasar keutamaan-keutamaan spiritual itu, kita semakin terlibat dalam menghadirkan kasih Allah demi membangun kehidupan bersama yang penuh damai sejahtera.
Keterlibatan dalam mewujudkan kehidupan penuh damai sejahtera menjadi panggilan semua orang berkehendak baik. Oleh karena itu, kerja bersama umat lintas agama dan budaya perlu dikembangkan. Kita bergerak bersama untuk menjadi sahabat bagi saudara-saudari yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel; untuk menjadi saudara bagi sahabat- sahabat kita yang berjuang mencari keadilan; untuk membela para korban ketidakadilan yang tidak berani menyuarakan haknya. Kita mesti menjadi rekan kerja yang setia bagi penggiat lingkungan yang dengan tulus hati mengupayakan kelestarian alam ciptaan. Dengan demikian, kita bersama Yesus Pembawa Damai melaksanakan misi-Nya untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, dan pembebasan bagi orang-orang tertindas (bdk. Luk 4:19).
Saudara-saudari yang terkasih
Kita merayakan Natal 2024 ketika bangsa Indonesia menyambut pemerintahan baru. Kita bersyukur bahwa pesta demokrasi telah usai. Kini saatnya kita bergandengan tangan, mempererat persaudaraan dan berjalan bersama memajukan negeri tercinta ini. Semoga negara Indonesia dapat menjadi “Betlehem” baru, tempat lahir dan bertumbuhnya para pemimpin yang berjiwa pelayan, ugahari, hidup sederhana, dan mengutamakan kepentingan bangsa. Sebagai warga negara, kita mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap program-program pemerintah, yang hendak mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa dan amanat UUD’45, yakni kesejahteraan hidup bersama yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Dalam peristiwa yang penuh rahmat ini, marilah kita selalu bersyukur kepada Allah yang karena kasih-Nya kepada dunia berkenan merendahkan diri-Nya menjadi manusia dalam diri Yesus Putra Tunggal-Nya dan tinggal bersama kita. Kita percaya bahwa dengan kasih-Nya yang begitu agung, Allah akan selalu membimbing, menjaga, dan mengarahkan, sehingga persekutuan kita dengan sesama semakin harmonis dan relasi dengan alam semesta semakin baik. Kita yakin bahwa Allah Putera, Sang Imanuel, selalu menyertai kita di sepanjang zaman (bdk. Mat 28:20). Semoga kehadiran penyertaan-Nya memperteguh tekad kita untuk terus berjalan bersama menghadirkan dan mewujudkan kasih Allah yang menyelamatkan.
Atas nama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), kami mengucapkan selamat Hari Raya Natal 2024 dan selamat Tahun Baru 2025.
PDF File : PESAN NATAL KWI-PGI 2024 (FINAL)
Pada Hari Minggu, 20 Oktober 2024, Seminar Kesehatan dengan tema “Mengenal apa itu Sarkopenia dan Terapinya“ dapat terselenggara, dimana Seksi Kesehatan Paroki Rawamangun bekerjasama dengan Komunitas Adiyuswo
Acara ini diadakan di Ruang Sang Timur, Gedung Karya Pastoral Lantai 1, Paroki Rawamangun. Dengan mengangkat topik Sarkopenia, dimana Sarkopenia adalah kondisi penurunan massa dan kekuatan otot yang umumnya terjadi pada usia lanjut, terutama lansia. Penyebab utama sarkopenia adalah faktor penuaan alami, tetapi gaya hidup tidak aktif dan kekurangan nutrisi juga menjadi faktor risiko. Ketika sarkopenia tidak diatasi, lansia dapat menghadapi berbagai masalah kesehatan, seperti mudah lelah, kesulitan bergerak, bahkan risiko cedera lebih tinggi karena kehilangan keseimbangan.
Pembicara kali ini yaitu dr Timoteus Richard Sp PD dan MC sekaligus Moderator adalah Dr dr Tena Djuartina, M. Biomed. PA; dimana mereka merupakan dokter yang aktif pelayanan dan tergabung di Seksi Kesehatan Paroki Rawamangun.
Pada Seminar Kesehatan kali ini di sampaikan bahwa, penanganan sarkopenia membutuhkan pendekatan yang komprehensif, mulai dari nutrisi yang cukup hingga aktivitas fisik yang sesuai. Sumber protein tinggi seperti kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, dan susu tinggi protein sangat dianjurkan untuk menjaga kekuatan otot. Pola makan bergizi ini sangat penting karena protein berperan besar dalam pembentukan otot dan daya tahan tubuh. Lansia yang terjaga asupan proteinnya cenderung memiliki energi yang cukup untuk menjalani kegiatan sehari-hari dan terhindar dari penurunan kekuatan otot yang drastis.
Selain pola makan, olahraga juga memainkan peran krusial. Jenis aktivitas fisik yang disarankan bagi lansia antara lain berjalan santai, yoga, atau latihan ringan lainnya yang mendukung kekuatan otot. Dengan olahraga teratur, lansia dapat mencegah penurunan massa otot dan menjaga stabilitas tubuh mereka, sehingga kualitas hidup mereka tetap terjaga di usia senja.
Beberapa rumah sakit, menganjurkan agar lansia melakukan pemeriksaan rutin dan berkonsultasi untuk menentukan aktivitas dan asupan nutrisi yang cocok bagi kondisi mereka. Pendeteksian dini terhadap gejala sarkopenia dapat membantu dokter memberikan rekomendasi penanganan yang optimal bagi lansia.
Tujuan seminar Kesehatan Sarkopenia ini adalah agar para lansia mengetahui apa itu Sarkopenia dan sejalan dengan Program Karya (Prokar) dari Komisi Kesehatan KAJ yang akan mengadakan Skrining Sarkopenia untuk para lansia, dengan harapan para lansia dapat terlibat aktif saat nantinya diminta untuk mengisi formulir Skrining Sarkopenia untuk para lansia. Dengan mengikuti Seminar Kesehatan Sarkopenia ini diharapkan para peserta mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang Sarkopenia. (By Sie Komsos).
Dokumentasi Foto : Paroki Rawamangun.
Acara Hari Anak Keuskupan Agung Jakarta di Ciputra Artpreneur, 5 Oktober 2024
Pada Sabtu, 5 Oktober 2024, Ciputra Artpreneur di Jakarta menjadi saksi dari keceriaan ribuan anak-anak yang hadir dalam acara Hari Anak Keuskupan Agung Jakarta. Acara ini diadakan sebagai bagian dari peringatan World Children’s Day atau Hari Anak Sedunia, yang menjadi momen istimewa bagi anak-anak Katolik untuk berkumpul, berdoa, dan merayakan kebersamaan dalam iman. Acara ini dihadiri lebih dari 1200 anak yang didampingi oleh ratusan pendamping dan panitia. Perayaan ini menjadi momen istimewa bagi anak-anak dari 68 paroki, sekolah, anak berkebutuhan khusus, panti asuhan, dan perkumpulan sekolah Strada. Keuskupan Agung Jakarta kembali menunjukkan komitmennya dalam memperhatikan kebutuhan rohani dan emosional anak-anak, sebagai generasi penerus Gereja.
Momen Bahagia di Ciputra Artpreneur
Kegiatan yang berlangsung di Ciputra Artpreneur ini dipenuhi dengan beragam acara yang menyenangkan dan edukatif. Anak-anak dari berbagai paroki di Keuskupan Agung Jakarta mengikuti acara ini dengan penuh antusiasme, penuh keceriaan, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan permainan edukatif berbasis nilai-nilai Kristiani. Acara ini tidak hanya menjadi perayaan kebahagiaan, tetapi juga menjadi wujud kepedulian KAJ terhadap generasi muda. Di tengah sukacita tersebut, perayaan ini bertepatan dengan syukuran lima tahun pelantikan Ignatius Kardinal Suharyo sebagai Kardinal. Acara dimulai dengan misa anak-anak yang dipimpin oleh Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo; yang menyampaikan pesan penting tentang kasih Tuhan dan betapa berharganya anak-anak di mata Tuhan dan gereja.
Hari Anak KAJ juga menampilkan simbol penting berupa Salib Belarasa, yang diisi dengan gambar-gambar bermakna seperti mercusuar dan jembatan. Mercusuar melambangkan kekuatan dan keteguhan dalam menghadapi tantangan hidup, sementara jembatan menggambarkan persahabatan dan kasih sayang kepada sesama. Pada kesempatan ini, Salib Belarasa besar diberkati, dan diiringi oleh deklarasi anak-anak untuk Indonesia yang diwakili oleh tujuh anak terpilih. Deklarasi tersebut menjadi simbol harapan bagi masa depan bangsa yang lebih baik, penuh kasih, dan inklusif.
Selain itu, acara ini juga bekerjasama dengan beberapa mitra, seperti 5P Global Movement dan PPADR KAJ, untuk memastikan terlaksananya program-program yang mendukung tumbuh kembang anak secara holistik. Hari Anak KAJ 2024 menjadi awal dari gerakan yang lebih besar untuk memperhatikan kesejahteraan anak-anak Indonesia di masa mendatang.
Pesan Uskup Agung Jakarta untuk Generasi Muda
Dalam sambutannya, Uskup Agung Jakarta menekankan pentingnya mendidik anak-anak dengan cinta dan kasih sayang. “Anak-anak adalah anugerah dari Tuhan. Kita harus membimbing mereka untuk tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih, peduli terhadap sesama, dan memiliki iman yang kuat,” ujarnya. Beliau juga mengingatkan orang tua untuk selalu mendukung anak-anak dalam proses perkembangan mereka, baik secara mental, emosional, maupun spiritual.
Acara Hari Anak ini diharapkan menjadi pengingat bagi semua pihak, termasuk gereja dan masyarakat, bahwa anak-anak memerlukan perhatian khusus. Mereka adalah masa depan, dan peringatan Hari Anak Sedunia yang digelar oleh Keuskupan Agung Jakarta di Ciputra Artpreneur ini menjadi momentum penting untuk terus memperjuangkan hak-hak dan kebahagiaan anak.
Penutupan yang Berkesan
Acara Hari Anak Keuskupan Agung Jakarta 2024 di Ciputra Artpreneur menciptakan suasana yang penuh dengan kehangatan dan kebersamaan. Uskup Agung Jakarta, bersama para pastor dan biarawati, mendoakan agar anak-anak ini senantiasa dilindungi dan diberkati dalam perjalanan hidup mereka.
Keberhasilan acara ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk para orang tua, relawan, dan tim penyelenggara dari Keuskupan Agung Jakarta. Dengan diadakannya acara ini, diharapkan anak-anak dapat terus bertumbuh dalam iman dan membawa semangat cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari mereka. (By Sie Komsos).
Foto dari : Komsos KAJ
Perjalanan lima tahun Ignatius Kardinal Suharyo sebagai Kardinal dengan dedikasi penuh terhadap gereja dan umat Katolik Indonesia.
Pada 5 Oktober 2024, Ignatius Kardinal Suharyo merayakan ulang tahun kelimanya sebagai Kardinal. Terpilih menjadi Kardinal oleh Paus Fransiskus pada 2019, Kardinal Suharyo telah memberikan kontribusi signifikan bagi gereja Katolik di Indonesia dan dunia. Perjalanan lima tahun ini dipenuhi dengan berbagai capaian yang menggambarkan dedikasi beliau terhadap misi gereja dan umat. Pengangkatan beliau sebagai Kardinal ini merupakan penghargaan besar tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi Gereja Katolik Indonesia dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Paus Fransiskus memberikan gelar kehormatan ini kepada Kardinal Suharyo sebagai bentuk pengakuan atas dedikasinya dalam pelayanan dan kontribusi bagi gereja serta masyarakat.
Awal Pengangkatan
Ignatius Kardinal Suharyo diangkat menjadi Kardinal pada Konsistori Kardinal yang diselenggarakan di Vatikan pada Oktober 2019. Pengangkatan ini menjadi tonggak bersejarah bagi gereja Katolik di Indonesia, karena Kardinal Suharyo merupakan Kardinal ketiga dari Indonesia setelah Kardinal Julius Darmaatmadja. Kabar pengangkatan ini disambut gembira oleh umat Katolik Indonesia, yang melihatnya sebagai pengakuan atas kontribusi dan kiprah gereja Indonesia di kancah global.
Peran dan Tanggung Jawab sebagai Kardinal
Sebagai Kardinal, Ignatius Suharyo memegang peran penting dalam berbagai aspek kehidupan gereja, baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Salah satu tanggung jawab utamanya adalah berpartisipasi dalam pemilihan Paus yang baru, jika suatu saat diperlukan. Selain itu, Kardinal Suharyo juga berperan aktif dalam memberikan nasihat kepada Paus dan berkontribusi dalam perumusan kebijakan gereja yang berdampak global.
Selama lima tahun menjabat, Kardinal Suharyo terus mengedepankan misi pelayanan, perdamaian, dan keadilan sosial. Beliau juga dikenal sebagai sosok yang berkomitmen terhadap upaya dialog lintas agama dan memperkuat harmoni antara berbagai komunitas keagamaan di Indonesia. Langkah ini menjadi penting di tengah keberagaman masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya.
Kiprah di Indonesia
Selama masa jabatannya sebagai Kardinal, Ignatius Suharyo tidak hanya berperan dalam urusan internasional gereja, tetapi juga fokus pada pengembangan gereja di Indonesia. Beliau seringkali terlibat dalam kegiatan pastoral di berbagai daerah, memberikan inspirasi kepada para imam, biarawan, dan umat Katolik di seluruh Indonesia.
Salah satu inisiatif penting yang digagas oleh Kardinal Suharyo adalah memperkuat peran gereja dalam bidang pendidikan dan sosial. Beliau meyakini bahwa gereja harus menjadi agen perubahan positif bagi masyarakat, dengan berperan aktif dalam membantu mereka yang membutuhkan, baik melalui pendidikan, layanan kesehatan, maupun kegiatan sosial lainnya.
Keterlibatan dalam Gereja Universal
Selain kiprahnya di Indonesia, Ignatius Kardinal Suharyo juga terlibat aktif dalam berbagai pertemuan dan konferensi gereja di tingkat internasional. Salah satu momen penting adalah partisipasinya dalam Sinode Para Uskup yang membahas isu-isu penting bagi gereja Katolik di seluruh dunia. Dalam pertemuan tersebut, Kardinal Suharyo dikenal sebagai pembicara yang vokal dalam memperjuangkan keadilan sosial dan perdamaian.
Peran internasional ini menunjukkan bahwa Kardinal Suharyo tidak hanya fokus pada isu-isu lokal, tetapi juga turut serta dalam menyuarakan tantangan global yang dihadapi gereja. Kiprah beliau dalam mengadvokasi dialog antarumat beragama juga diakui di tingkat global, sejalan dengan visi Paus Fransiskus untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan penuh kasih.
Refleksi 5 Tahun Pelayanan
Setelah lima tahun mengemban tugas sebagai Kardinal, Ignatius Suharyo telah menunjukkan bahwa jabatan ini bukan sekadar gelar, tetapi tanggung jawab besar yang diemban dengan sepenuh hati. Perjalanan beliau selama lima tahun ini dipenuhi dengan berbagai tantangan, namun juga banyak capaian yang patut diapresiasi.
Peringatan 5 tahun ini juga menjadi momen refleksi atas perjalanan pelayanan Kardinal Suharyo di tengah dinamika Gereja Katolik dan tantangan sosial di Indonesia. Sebagai pemimpin Gereja di Keuskupan Agung Jakarta dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), beliau telah menunjukkan komitmen kuat terhadap persatuan bangsa, dialog antar-agama, dan pembelaan terhadap kaum marginal. Pengangkatan beliau sebagai Kardinal juga memberikan pengaruh positif dalam memperkuat hubungan antara Gereja Katolik Indonesia dan Vatikan.
Beliau terus menekankan pentingnya peran gereja dalam mengatasi isu-isu kemiskinan, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Kardinal Suharyo juga menegaskan pentingnya gereja untuk selalu hadir di tengah masyarakat sebagai simbol harapan dan kasih, terutama di masa-masa sulit.
Warisan yang Ditinggalkan
Sebagai sosok pemimpin yang rendah hati, Ignatius Kardinal Suharyo meninggalkan jejak yang kuat dalam kehidupan gereja di Indonesia dan dunia. Beliau berhasil memperkuat peran gereja dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan hingga perdamaian dunia.
Lima tahun pertama Ignatius Suharyo sebagai Kardinal memberikan banyak pelajaran berharga bagi umat Katolik. Kiprah beliau tidak hanya memberi inspirasi kepada umat di Indonesia, tetapi juga mengingatkan kita semua akan pentingnya hidup dalam harmoni, keadilan, dan kasih. Semoga perjalanan pelayanan Kardinal Suharyo terus menjadi berkat bagi gereja dan dunia.
Kesimpulan
Lima tahun Ignatius Kardinal Suharyo sebagai Kardinal telah mengukir banyak prestasi dan dedikasi terhadap gereja dan umat Katolik. Perannya sebagai pemimpin gereja di Indonesia dan keterlibatannya dalam isu-isu global menjadikannya salah satu tokoh penting dalam gereja Katolik saat ini. Melalui refleksi perjalanan lima tahunnya, umat Katolik di Indonesia diundang untuk terus mendukung dan mendoakan kiprah Kardinal Suharyo dalam tugas dan pelayanannya. (By Sie Komsos).
Foto dari: komkk.kaj
Provinsial MSF Rayakan HUT Kongregasi ke-129 Bersama Umat Paroki Rawamangun
Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF) merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-129 pada sebuah perayaan khusus yang diselenggarakan di Paroki rawamangun, Rawamangun, Jakarta. Perayaan ini dipimpin oleh Provinsial MSF Provinsi Jawa, Romo Simon Petrus Sumargo dan dihadiri oleh para umat paroki yang datang untuk merasakan kehangatan kebersamaan dan semangat pelayanan yang menjadi ciri khas kongregasi ini; tak hanya provinsial, Asisten II MSF Provinsi Jawa, Romo Yohanes Asistanto Hari Setiawan MSF; dan Asisten IV MSF Provinsi Jawa, Romo Martinus Mariosa Kleruk MSF turut hadir.
Perayaan HUT Kongregasi MSF ke-129 ini dimulai dengan Misa yang dipimpin langsung oleh Romo Simon Petrus Sumargo, MSF dengan konselebran Romo Yohanes Asistanto Hari Setiawan, MSF, Romo Yasintus Liberatus Suyono Lein, MSF, Romo Martinus Mariosa Kleruk, MSF, Romo Stevanus Ruswan Budi Sunaryo, MSF, Romo Petrus Bimo Handoko, MSF dan Romo Albertus Fery Asmarajati, MSF.
Dalam misa syukur tersebut, umat bersama-sama berdoa untuk keberlanjutan karya pelayanan MSF yang selama hampir satu setengah abad telah berkomitmen untuk melayani keluarga-keluarga di Indonesia dan dunia. Perayaan ulang tahun ini juga menjadi momen refleksi atas perjalanan panjang kongregasi yang telah berdiri sejak 1895, dan telah tersebar luas di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Sejarah Singkat Kongregasi MSF
Kongregasi MSF didirikan oleh Pastor Jean Baptiste Berthier, seorang imam dari Prancis, yang berfokus pada misi keluarga kudus. Misi mereka berpusat pada nilai-nilai kekeluargaan, di mana setiap keluarga diharapkan menjadi perwujudan dari keluarga kudus di Nazaret. Di Indonesia sendiri, kongregasi MSF aktif dalam berbagai pelayanan pastoral, pendidikan, dan sosial, menjangkau komunitas-komunitas yang memerlukan dukungan rohani dan material.
Selama 129 tahun terakhir, kongregasi ini terus berkembang dengan menghadirkan para misionaris yang terlibat langsung di tengah umat. Dalam perayaan ini, Provinsial MSF menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai kekeluargaan dalam misi pelayanan mereka. Ia juga berterima kasih atas dukungan umat yang setia mendukung berbagai program pelayanan yang diadakan.
Kebersamaan Umat Paroki dalam Perayaan
Perayaan HUT ke-129 ini tidak hanya menjadi ajang peringatan bagi kongregasi MSF, tetapi juga momen untuk memperkuat ikatan antara umat dan para misionaris. Misa syukur yang diadakan di Gereja Keluarga Kudus Rawamangun ini dihadiri oleh ratusan umat yang dengan antusias datang untuk merayakan bersama.
Selama acara, umat paroki turut serta dalam berbagai aktivitas, mulai dari doa bersama, penyampaian refleksi tentang makna pelayanan, hingga pengumpulan donasi untuk membantu proyek-proyek sosial yang dikelola oleh kongregasi MSF. Kebersamaan ini menjadi simbol nyata dari komitmen umat dan kongregasi dalam mewujudkan misi pelayanan kasih di tengah masyarakat.
Makna Perayaan Bagi Kongregasi MSF
Perayaan HUT ke-129 ini bukan hanya menjadi momen untuk merayakan usia kongregasi, tetapi juga sebagai ajang refleksi atas apa yang telah dicapai dan apa yang masih perlu dilakukan. Bagi para misionaris MSF, setiap tahun menjadi kesempatan untuk melihat kembali perjalanan spiritual mereka dan bagaimana mereka dapat terus memperbaiki serta meningkatkan pelayanan kepada keluarga-keluarga.
Provinsial MSF; Romo Simon Petrus Sumargo, MSF dalam sambutannya menegaskan bahwa misi mereka tidak akan berhenti pada perayaan ini saja. Mereka akan terus mengembangkan berbagai program pelayanan, termasuk memperkuat pendidikan rohani bagi keluarga-keluarga, terutama di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Misi keluarga kudus ini diharapkan dapat membawa nilai-nilai kekudusan dan cinta kasih ke dalam kehidupan sehari-hari umat.
Komitmen di Masa Depan
Dengan usia yang semakin matang, kongregasi MSF terus berkomitmen untuk menjaga dan melanjutkan karya-karya mereka di berbagai bidang. Tidak hanya fokus pada penguatan kehidupan keluarga, MSF juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, seperti pelayanan kesehatan, bantuan kemanusiaan, dan pendidikan bagi masyarakat miskin.
Provinsial MSF berharap bahwa di tahun-tahun mendatang, kongregasi ini akan semakin berkembang dan semakin banyak keluarga yang merasakan dampak positif dari pelayanan mereka. Dengan semangat kebersamaan dan cinta kasih, kongregasi MSF berkomitmen untuk terus menyebarkan kebaikan dan kasih Tuhan di tengah umat. (By Sie Komsos)
Berita dan foto dari : Paroki Rawamangun
Pater Markus Solo Kewuta adalah salah satu tokoh Katolik yang patut dibanggakan oleh Indonesia, terutama oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia lahir dan dibesarkan di daerah Flores, NTT, sebelum melanjutkan pendidikannya di Eropa dan akhirnya mendapatkan posisi penting di Vatikan. Tidak hanya sebagai imam Katolik, Pater Markus juga menjadi sosok yang dipercaya oleh Tahta Suci, sejak 2015, ia menjadi bagian dari Kuria Tahta Suci Vatikan, sebuah posisi yang sangat bergengsi bagi umat Katolik Indonesia, Ia juga dipercaya Vatikan dalam mengelola hubungan lintas agama, khususnya antara Katolik dan Islam.
Perjalanan Karir Pater Markus Solo
Pater Markus memulai pendidikan teologinya dengan menempuh jalur akademis yang panjang dan cemerlang. Setelah menyelesaikan studi di Indonesia, ia melanjutkan pendidikan ke Austria, di mana ia mendapatkan gelar doktor teologi fundamental dari Universitas Leopold Franzens di Innsbruck pada tahun 2002 dengan predikat Summa Cum Laude. Selain itu, Pater Markus juga memperdalam ilmunya dengan mempelajari Bahasa Arab Klasik di Mesir, yang membuatnya semakin kompeten dalam dialog antaragama.
Setelah menyelesaikan studinya, Pater Markus melanjutkan pengabdian sebagai Pastor di Austria dan kemudian dipanggil untuk bergabung dengan Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Umat Beragama di Vatikan pada tahun 2007. Di sini, ia diberi tanggung jawab untuk memimpin dialog antara Katolik dan Islam di wilayah Asia dan Pasifik. Ini adalah salah satu tugas yang sangat penting dalam menjaga hubungan harmonis antara umat beragama di dunia yang sering kali diwarnai ketegangan.
Penerjemah Resmi Paus Fransiskus di Indonesia
Salah satu momen paling penting dalam karier Pater Markus adalah ketika ia ditunjuk sebagai penerjemah bahasa resmi untuk Paus Fransiskus saat kunjungan apostolik Paus ke Indonesia pada September 2024. Tugas ini bukan hanya sebuah tanggung jawab besar, tetapi juga simbol kepercayaan yang diberikan Vatikan kepada Pater Markus. Kemampuannya dalam berbahasa dan pemahamannya tentang konteks budaya Indonesia membuatnya sangat cocok untuk peran ini.
Saat mendampingi Paus di Indonesia, Pater Markus berperan penting dalam memastikan pesan Paus dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, baik umat Katolik maupun non-Katolik. Hal ini semakin memperkokoh posisinya sebagai jembatan antara Vatikan dan Indonesia, serta antara Katolik dan Islam.
Kontribusi pada Dialog Antaragama
Sebagai orang Indonesia pertama yang bekerja di Kuria Tahta Suci Vatikan, Pater Markus memiliki peran penting dalam memperkuat dialog antaragama. Ia tidak hanya terlibat dalam diskusi akademis, tetapi juga dalam inisiatif-inisiatif konkret yang mempromosikan perdamaian antaragama. Sejak tahun 2015, ia juga menjadi Wakil Presiden Yayasan Nostra Aetate, sebuah lembaga yang bertujuan untuk memajukan pendidikan perdamaian dan membentuk duta-duta perdamaian dari berbagai agama.
Keberhasilan Pater Markus dalam membangun dialog lintas agama diakui secara internasional. Peran pentingnya di Vatikan menjadi inspirasi bagi banyak orang, khususnya dari Indonesia, untuk berkontribusi dalam menciptakan perdamaian global melalui dialog yang konstruktif.
Sosok yang Rendah Hati dan Berdedikasi
Di luar kesibukan sebagai pemimpin dialog antaragama dan penerjemah Paus, Pater Markus tetap menjaga kesederhanaannya. Ia dikenal sebagai sosok yang rendah hati, ramah, dan memiliki kegemaran di bidang musik dan olahraga. Bagi Pater Markus, kegiatan-kegiatan ini adalah cara untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupannya yang penuh dengan tanggung jawab besar.
Keberhasilan Pater Markus Solo bukan hanya pencapaian pribadi, tetapi juga kebanggaan bagi Indonesia, khususnya NTT. Ia telah menunjukkan bahwa dengan dedikasi dan ketekunan, seseorang dapat berkontribusi secara signifikan di panggung internasional, membawa nama baik bangsa dan mempromosikan perdamaian dunia.
Penutup
Pater Markus Solo adalah contoh nyata dari bagaimana seorang imam asal Indonesia dapat memberikan kontribusi besar di kancah internasional, baik dalam bidang teologi maupun diplomasi antaragama. Dedikasinya sebagai penerjemah bahasa Paus Fransiskus di Indonesia, serta perannya dalam dialog antaragama, membuatnya menjadi tokoh yang patut diapresiasi. Pater Markus tidak hanya membawa nama Indonesia di Vatikan, tetapi juga menjadi simbol persatuan dan perdamaian antarumat beragama di seluruh dunia. (By Sie Komsos)
Paus Fransiskus, sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik, memiliki banyak simbol dan atribut yang digunakan selama perjalanan resmi atau apostoliknya. Salah satu hal menarik yang selalu menjadi perhatian publik adalah kendaraan yang digunakan oleh Paus, khususnya pelat nomor SCV1. Setiap kali Paus melakukan perjalanan apostolik, kendaraan yang digunakan sering kali memiliki pelat nomor yang unik, dan SCV1 adalah salah satu yang paling ikonik. Namun, apa sebenarnya arti dari SCV1 tersebut?
Arti Pelat Nomor SCV1
Pelat nomor SCV1 adalah singkatan dari “Status Civitatis Vaticanae”, yang berasal dari bahasa Latin. Dalam bahasa Indonesia, artinya adalah “Negara Kota Vatikan”. Huruf SCV sendiri merujuk pada otoritas resmi Negara Kota Vatikan, sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa kendaraan tersebut digunakan oleh orang yang paling penting di Vatikan, yaitu Paus Fransiskus sendiri. Maka, pelat nomor SCV1 dapat diartikan sebagai simbol bahwa kendaraan ini digunakan oleh kepala negara Vatikan dan pemimpin Gereja Katolik
Kendaraan dengan pelat nomor ini sering kali digunakan oleh Paus dalam berbagai kegiatan penting, termasuk misa, audiensi umum, hingga saat bertemu dengan umat Katolik di berbagai negara selama perjalanan apostoliknya.
Kendaraan yang Digunakan Paus Fransiskus
Selama perjalanan apostoliknya, Paus Fransiskus tidak hanya menggunakan satu jenis kendaraan. Dalam kunjungannya ke berbagai negara, Paus sering kali menggunakan Popemobile, yaitu kendaraan yang dirancang khusus untuk memungkinkan Paus menyapa umatnya dengan lebih dekat dan aman. Salah satu kendaraan yang sering digunakan adalah Toyota Innova Zenix Hybrid, sebuah mobil ramah lingkungan yang digunakan selama kunjungannya di Indonesia
Selain itu, Paus juga menggunakan Pindad Maung MV3, kendaraan buatan Indonesia yang dimodifikasi khusus untuk keperluan Paus selama misa di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Kendaraan ini dirancang dengan atap terbuka, yang memungkinkan Paus berinteraksi langsung dengan umatnya dengan cara yang lebih intim dan aman
Sejarah Penggunaan Pelat SCV1
Penggunaan pelat nomor SCV1 tidak hanya terbatas pada Paus Fransiskus. Pelat nomor ini sudah menjadi tradisi lama di Vatikan, di mana kendaraan resmi yang digunakan oleh Paus selalu memiliki pelat nomor yang diawali dengan huruf SCV. Hal ini berlaku untuk setiap Paus yang menjabat. SCV1 adalah nomor yang secara eksklusif digunakan oleh kendaraan yang membawa Paus, sementara SCV lainnya dapat digunakan untuk kendaraan lain yang berada di bawah yurisdiksi Vatikan.
Sebagai contoh, pada masa Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI, pelat nomor SCV1 juga digunakan pada kendaraan yang mereka tumpangi selama perjalanan resmi mereka. Kendaraan dengan pelat nomor ini tidak hanya menjadi simbol otoritas, tetapi juga status kepemimpinan yang sangat dihormati oleh umat Katolik di seluruh dunia.
Simbolisme dan Makna SCV1
Selain menjadi penanda kendaraan resmi Vatikan, pelat nomor SCV1 juga memiliki makna simbolis yang dalam. Huruf SCV mengingatkan orang pada Negara Kota Vatikan, yang meskipun kecil dalam ukuran, memiliki pengaruh besar di dunia sebagai pusat spiritual bagi miliaran umat Katolik. Angka 1 menandakan status Paus sebagai pemimpin rohani tertinggi di Vatikan, sekaligus pemimpin umat Katolik global.
Simbolisme ini tercermin dalam setiap aspek kehidupan Paus, termasuk kendaraan yang digunakannya. Kendaraan dengan pelat nomor SCV1 selalu menjadi pusat perhatian, tidak hanya karena siapa yang menumpanginya, tetapi juga karena pesan yang disampaikannya—kedekatan dan perhatian seorang pemimpin spiritual kepada umatnya.
Kesimpulan
Pelat nomor SCV1 pada kendaraan Paus Fransiskus adalah simbol kuat yang mewakili otoritas Vatikan dan peran penting Paus sebagai pemimpin spiritual umat Katolik. Kendaraan yang digunakan oleh Paus, baik itu Toyota Innova Zenix Hybrid atau Pindad Maung MV3, bukan hanya alat transportasi, tetapi juga mencerminkan komitmen Paus terhadap umat dan lingkungannya. Dengan memahami arti dari pelat SCV1, kita dapat lebih mengapresiasi makna di balik setiap perjalanan apostolik yang dilakukan oleh Paus Fransiskus. (By Sie Komsos)
foto : Mirifica dan hidupkatolik
Setelah menyelesaikan perjalanan apostolik selama 12 hari ke Asia Tenggara dan Oseania, Paus Fransiskus kembali ke Vatikan dengan selamat pada 13 September 2024. Perjalanan yang mencakup Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura ini menyoroti dialog lintas agama, isu perubahan iklim, dan penguatan kehadiran Gereja Katolik di wilayah tersebut. Saat tiba di Roma, Paus Fransiskus berdoa di Basilika St. Maria Maggiore sebagai tanda syukur atas perlindungan Bunda Maria selama perjalanan panjang ini.
Di Indonesia, Paus disambut dengan antusias oleh ribuan umat Katolik dan pemerintah. Misa akbar diadakan di Jakarta, menekankan pentingnya perdamaian dan keadilan sosial. Setelah itu, Paus melanjutkan perjalanannya ke Papua Nugini, di mana dia berbicara tentang pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab moral. Di Timor Leste, Paus disambut dengan prosesi adat, menunjukkan kekayaan budaya Katolik yang berakar di negara tersebut.
Puncak dari perjalanan ini adalah misa di Singapura yang dihadiri oleh 50.000 umat Katolik di Stadion Nasional. Paus Fransiskus mengakhiri kunjungannya dengan pesan kuat tentang pentingnya persatuan dan solidaritas di tengah perbedaan budaya dan agama. Setelah itu, Paus kembali ke Roma dengan penerbangan komersial Singapore Airlines, menunjukkan kerendahan hatinya yang konsisten.
Setibanya di Roma, Paus Fransiskus mengunjungi Basilika St. Maria Maggiore untuk berdoa dan mengucapkan terima kasih atas keselamatan selama perjalanan. Dalam doanya, Paus mendedikasikan rasa syukur kepada ikon Maria Salus Populi Romani yang terhormat di Gereja tersebut. Paus kemudian kembali ke kediamannya di Casa Santa Marta, Vatikan, menandai akhir dari salah satu perjalanan terpanjang dalam masa kepausannya.
Perjalanan ini dianggap sukses besar, mengukuhkan kembali posisi Gereja Katolik di kawasan Asia-Pasifik dan membawa pesan harapan serta persatuan kepada seluruh dunia. Kehadiran Paus di berbagai negara ini tidak hanya membawa inspirasi bagi umat Katolik, tetapi juga memperkuat hubungan diplomatik Vatikan dengan negara-negara tersebut. (By Sie Komsos)
Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik sedunia, mengunjungi Singapura dalam rangkaian kunjungan pastoral yang bertujuan mempererat hubungan antar agama serta menyampaikan pesan perdamaian dan harapan. Kunjungan Paus Fransiskus ini menjadi momen penting bagi umat Katolik di Singapura dan juga masyarakat umum yang sangat menghargai dialog lintas agama.
Setibanya di Bandara Changi, Paus Fransiskus disambut hangat oleh pejabat negara dan pemimpin agama setempat. Kunjungan ini diawali dengan pertemuan resmi dengan Presiden Singapura, di mana keduanya membahas berbagai isu global termasuk perubahan iklim, kemiskinan, dan perdamaian dunia. Paus menekankan pentingnya persatuan global dalam menghadapi tantangan ini.
Pada hari pertama kunjungannya, Paus juga menghadiri upacara keagamaan di Katedral Santo Yosef. Di sana, ia memimpin misa yang dihadiri oleh ribuan umat Katolik, serta pemimpin agama lain sebagai simbol persatuan dan keharmonisan lintas agama yang menjadi ciri khas Singapura.
Hari kedua kunjungan Paus Fransiskus di Singapura diisi dengan dialog antar agama. Acara ini dihadiri oleh pemimpin agama Buddha, Islam, Hindu, dan Kristen yang semuanya berdiskusi tentang pentingnya kerjasama dalam menciptakan dunia yang damai. Dalam sambutannya, Paus menekankan pentingnya menghargai perbedaan dan bekerja sama untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Selain dialog, Paus juga mengunjungi beberapa tempat ibadah di Singapura seperti Masjid Sultan dan Kuil Thian Hock Keng. Ini menjadi simbol keinginan Paus untuk membangun jembatan antar umat beragama, serta menciptakan pemahaman yang lebih mendalam antar komunitas keagamaan di negara ini.
Pada hari terakhir kunjungannya, Paus Fransiskus mengunjungi beberapa organisasi amal dan rumah sakit. Salah satu kunjungan paling emosional adalah ke Rumah Sakit Anak KK, di mana Paus bertemu dengan anak-anak yang sedang menjalani perawatan. Beliau memberikan berkat dan dukungan moral kepada pasien serta keluarganya, sebuah tindakan yang menunjukkan perhatian besar Paus terhadap kaum yang lemah dan menderita.
Kegiatan sosial Paus di Singapura tidak berhenti di situ. Paus juga bertemu dengan para relawan dari organisasi sosial lokal, memberikan motivasi kepada mereka untuk terus melakukan kerja baik bagi masyarakat. Dalam pesannya, Paus menekankan pentingnya berbagi cinta dan kepedulian kepada mereka yang kurang beruntung.
Pada akhir kunjungannya, Paus Fransiskus menyampaikan pesan penutup di hadapan ribuan orang yang berkumpul di Lapangan Marina Bay Sands. Ia menegaskan pentingnya perdamaian, cinta kasih, dan persatuan antar umat manusia. Singapura, dengan keragaman budayanya, dipandang Paus sebagai contoh nyata bagaimana perbedaan bisa menjadi kekuatan, bukan kelemahan. Paus Fransiskus berharap bahwa apa yang telah ia sampaikan selama kunjungannya akan meninggalkan jejak yang mendalam bagi warga Singapura dan menginspirasi dunia untuk mengikuti teladan tersebut.
Kunjungan Paus Fransiskus di Singapura diakhiri dengan harapan bahwa dialog antar agama dan kerjasama antar komunitas akan semakin kuat, membawa dunia menuju masa depan yang lebih damai dan harmonis. (By Sie Komsos).
Foto dari: Kompas.id
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 telah menjadi momen bersejarah yang tak terlupakan bagi seluruh umat Katolik di tanah air. Kegiatan yang berlangsung selama empat hari tersebut melibatkan ribuan umat, tokoh agama, serta masyarakat luas dari berbagai kalangan. Untuk mengakomodasi peristiwa penting ini, sebuah panitia khusus yang diketuai oleh Ignasius Jonan dibentuk. Setelah sukses menyelenggarakan rangkaian acara, panitia tersebut akhirnya dibubarkan dengan penuh apresiasi atas kerja kerasnya.
Panitia Kunjungan Paus ini terdiri dari berbagai elemen, termasuk Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), pemerintah, aparat keamanan, serta sejumlah besar sukarelawan. Tugas mereka mencakup persiapan teknis dan logistik yang kompleks, mulai dari pengaturan keamanan, protokol diplomatik, hingga misa akbar di Gelora Bung Karno (GBK), yang dihadiri ribuan umat.
Proses Pembentukan dan Tugas Panitia
Panitia kunjungan Paus Fransiskus ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Tugas utama panitia adalah memastikan kelancaran berbagai kegiatan Paus di Indonesia, termasuk kunjungan ke beberapa tempat penting seperti Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta. Dalam kunjungan tersebut, Paus menyampaikan pesan perdamaian dan kerukunan antarumat beragama yang sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika
Panitia juga bertanggung jawab mengoordinasikan berbagai aspek teknis, mulai dari protokol, pengamanan, hingga penyediaan tempat-tempat ibadah dan acara besar seperti misa akbar di Gelora Bung Karno. Ribuan umat hadir dalam misa tersebut, menjadikannya salah satu acara religius terbesar di Indonesia. Dukungan dari pemerintah, aparat keamanan, dan sukarelawan sangat berperan penting dalam suksesnya acara ini.
Misa Ekaristi Sebagai Simbol Syukur
Pada tanggal 12 September 2024, diadakan Misa Ekaristi sebagai penutupan resmi panitia kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia. Acara ini tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga simbol syukur atas keberhasilan penyelenggaraan rangkaian kegiatan yang berlangsung dari 3 hingga 6 September 2024. Melalui Misa Ekaristi, seluruh panitia dan peserta yang terlibat mencurahkan rasa syukur mereka atas keberhasilan acara yang melibatkan ribuan umat dan banyak kalangan masyarakat.
Kunjungan Paus Fransiskus membawa pesan perdamaian, persatuan, dan dialog antarumat beragama, yang terasa mendalam bagi masyarakat Indonesia yang beragam. Misa pembubaran ini menjadi momen penting untuk meresapi pesan-pesan tersebut dan melihat dampak nyata yang dihasilkan dari kehadiran Paus di Tanah Air.
Misa Ekaristi pembubaran panitia diadakan di Katedral Jakarta, di mana ribuan umat Katolik berkumpul bersama para tokoh gereja dan pejabat panitia nasional. Dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, misa ini diawali dengan doa syukur yang mendalam. Seluruh panitia, mulai dari anggota tim logistik hingga sukarelawan, diberikan penghargaan atas dedikasi dan kerja keras mereka selama persiapan hingga pelaksanaan kunjungan.
Melalui Misa Ekaristi pembubaran panitia ini, pesan-pesan Paus Fransiskus kembali digaungkan, dengan harapan bahwa semangat persatuan, dialog, dan kepedulian terhadap lingkungan terus hidup dalam keseharian umat Katolik di Indonesia.
Dalam homilinya, Uskup Suharyo menekankan bahwa acara ini lebih dari sekadar perayaan, tetapi juga refleksi dari kasih Tuhan yang diwujudkan dalam kerja keras seluruh tim. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga semangat kebersamaan dan persatuan yang telah terjalin selama kunjungan Paus, agar terus hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Evaluasi dan Pembubaran Panitia
Setelah misa, acara dilanjutkan dengan pertemuan tertutup antara para pemimpin gereja dan panitia kunjungan Paus. Dalam pertemuan ini, dilakukan evaluasi terhadap seluruh rangkaian acara yang telah diselenggarakan. Panitia yang dibentuk jauh sebelum kedatangan Paus, kini resmi dibubarkan setelah semua tugas yang diemban selesai. Evaluasi menunjukkan bahwa meskipun ada beberapa tantangan teknis, secara keseluruhan acara berjalan sukses.
Acara evaluasi ini berlangsung secara tertutup, dengan Ketua Panitia Nasional, Romo Yohanes Sugeng, memimpin jalannya rapat. Seluruh anggota menyampaikan laporan masing-masing mengenai kesuksesan acara dan berbagai tantangan yang dihadapi.
Romo Sugeng menyampaikan apresiasi kepada seluruh anggota yang telah bekerja tanpa lelah demi kelancaran acara. Ia juga menekankan bahwa meskipun tugas panitia telah selesai, semangat yang dihasilkan dari kunjungan ini harus terus berlanjut di masyarakat. Setelah evaluasi selesai, dilakukan pembacaan surat keputusan resmi yang menandai pembubaran panitia.
Misa Ekaristi ini juga menjadi refleksi bagi seluruh peserta tentang pesan-pesan penting yang disampaikan Paus Fransiskus selama kunjungannya. Salah satu pesan yang mendapat perhatian luas adalah tentang perlunya menjaga dialog antarumat beragama. Di Indonesia, yang kaya akan keberagaman agama, pesan ini sangat relevan.
Setelah seluruh rangkaian kunjungan berakhir, Ignasius Jonan dan pihak KWI mengumumkan pembubaran panitia. Jonan menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, mulai dari pemerintah, donatur, hingga sukarelawan. “Kami berterima kasih kepada setiap individu dan organisasi yang bekerja keras untuk menyukseskan kunjungan ini. Ini adalah wujud nyata gotong royong yang kita junjung tinggi,” ujar Jonan.
Selain apresiasi, panitia juga menyampaikan permintaan maaf jika ada ketidaknyamanan yang dirasakan oleh masyarakat, terutama warga Jakarta yang aktivitasnya sedikit terganggu oleh pengaturan lalu lintas dan keamanan selama kunjungan Paus.
Panitia dan Kerja Sama yang Solid
Kesuksesan acara kunjungan Paus tidak lepas dari kerja keras panitia yang telah dibentuk jauh-jauh hari. Panitia terdiri dari berbagai elemen, mulai dari gereja, pemerintah, hingga sukarelawan yang berasal dari berbagai daerah. Koordinasi yang solid di antara anggota panitia memastikan bahwa acara dapat berlangsung dengan tertib dan lancar.
Selain itu, panitia juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah, terutama dalam hal keamanan. Tidak hanya itu, sukarelawan yang terlibat juga memainkan peran penting dalam membantu mengatur arus peserta, terutama di acara besar seperti misa akbar di GBK.
Kerja keras seluruh panitia selama persiapan hingga pelaksanaan acara membuktikan bahwa Indonesia mampu menggelar acara internasional dengan sukses dan aman.
Dampak Kunjungan Paus Fransiskus
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia tidak hanya menjadi momen spiritual yang besar bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi peristiwa nasional yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Acara puncak, yaitu misa akbar di Gelora Bung Karno (GBK), berhasil dihadiri oleh lebih dari 80.000 orang. Dalam pidatonya, Paus Fransiskus menekankan pentingnya dialog antarumat beragama dan menyoroti perlunya menjaga perdamaian dan kerukunan di tengah keragaman Indonesia.
Kunjungan ini tidak hanya menorehkan sejarah bagi Gereja Katolik di Indonesia, tetapi juga memperkuat hubungan lintas agama. Kehadiran Paus di Masjid Istiqlal bersama para tokoh agama Islam menandai simbol kuat persatuan dan kerukunan umat beragama di Indonesia. Semangat ini diharapkan terus hidup dalam masyarakat Indonesia yang pluralis.
Meski panitia kini resmi dibubarkan, dampak dari kunjungan ini diperkirakan akan bertahan lama. KWI mengungkapkan harapannya agar nilai-nilai yang dibawa oleh Paus Fransiskus terus menginspirasi umat Katolik dan seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga kedamaian, persaudaraan, dan toleransi.
Kunjungan Paus tidak hanya berdampak pada umat Katolik, tetapi juga memberikan pengaruh yang luas terhadap masyarakat Indonesia secara umum. Salah satu pesan penting yang disampaikan oleh Paus adalah tentang perlunya menjaga lingkungan. Ini tercermin dari kegiatan-kegiatan yang melibatkan komunitas Laudato Si’, di mana mereka berpartisipasi dalam mengumpulkan sampah saat berlangsungnya misa akbar di GBK.
Semangat menjaga lingkungan ini juga terus berlanjut pasca kunjungan Paus, dengan berbagai komunitas di Indonesia memulai gerakan peduli lingkungan dan mengkampanyekan pengurangan penggunaan plastik.
Selain itu, pesan-pesan Paus tentang keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semua golongan juga menjadi inspirasi bagi banyak kelompok masyarakat. Beberapa organisasi bahkan mulai mengadakan diskusi publik yang menyoroti isu-isu yang diangkat oleh Paus selama kunjungannya.
Penutup: Mengakhiri Tugas Besar
Dengan pembubaran panitia kunjungan Paus Fransiskus, Indonesia menutup salah satu bab penting dalam sejarah religiusnya. Acara ini akan selalu dikenang sebagai bukti nyata bahwa Indonesia, dengan segala keragamannya, mampu menyambut dan merayakan tokoh-tokoh besar dunia dengan penuh persaudaraan.
Dengan selesainya kunjungan ini, panitia yang dibentuk secara khusus untuk acara tersebut pun secara resmi dibubarkan. Meskipun demikian, dampak dari kunjungan Paus Fransiskus diperkirakan akan terus dirasakan, terutama dalam memperkuat persaudaraan antarumat beragama di Indonesia.
Harapan Pasca Pembubaran
Meskipun panitia telah dibubarkan secara resmi, harapan besar tetap ada agar semangat persatuan dan dialog antarumat beragama yang diusung Paus Fransiskus dapat terus hidup di Indonesia. Kunjungan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga kerukunan dan kedamaian, meskipun acara telah selesai.
Beberapa kelompok masyarakat bahkan sudah merencanakan berbagai kegiatan lanjutan yang terinspirasi oleh pesan Paus, termasuk program-program sosial dan lingkungan yang berfokus pada keberlanjutan dan kesejahteraan bersama. (By Sie Komsos)
Foto-foto : KomsosKAJ