– Bahaya yang terkandung dalam kekayaan –
Banyak orang yang terikat dengan kekayaannya, sehingga yang menjadi hal utama dalam hidupnya bukan lagi Allah, tetapi kekayaan. Disinilah bahaya yang terkandung dalam kekayaan bagi kita.
Mengacu pada bacaan Injil hari ini, kita diajarkan mengapa kekayaan dapat menghambat bagi orang yang ‘terikat’ pada kekayaannya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, antara lain:
1. Kesombongan
“Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?”
Nada pernyataan dari orang muda kaya ini adalah nada yang penuh dengan KESOMBONGAN, karena bukan mengalir dari hati yang penuh dengan rasa syukur, terima kasih, ketaatan dan menyadari semua sebagai anugerah Allah.
Di sinilah kita diajak untuk memiliki sikap rendah hati dan selalu bersyukur.
2. Ketamakan
“Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.”
Inilah sikap KETAMAKAN, artinya ada banyak orang semakin hartanya banyak, semakin ia tidak mau memberi, semakin ia kuatir, semakin ia punya keinginan untuk menumpuk dan menumpuk hartanya lebih banyak lagi.
KETAMAKAN membuat orang melakukan segala cara; dan lupa akan kasih kepada saudara-saudara yang miskin. Ketamakan dapat membuat tangan seseorang seperti terantai dan tidak bisa menolong orang-orang yang lemah; ia hanya mementingkan dirinya sendiri, ia hanya memikirkan untuk menumpuk hartanya lebih banyak lagi, tetapi tidak lagi punya kasih bagi orang-orang yang membutuhkan.
Di sinilah kita diajarkan agar kita hidup dalam kasih dan mengulurkan tangan kepada orang yang membutuhkan.
3. Kelekatan
“Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutilah Aku”.
Inilah sikap lepas bebas dari KELEKATAN HATI pada kekayaan artinya: hendaknya kita memfungsikan harta milik kita sebagai sarana sosial, karena semua harta benda atau milik bersifat sosial. Sehingga semakin kaya akan harta benda atau uang hendaknya seseorang semakin sosial.
Disinilah kita diajak melepaskan diri dari KELEKATAN HATI kita terhadap kedagingan, kenikmatan hidup, dan kemewahan harta benda yang dirasakan sebagai pegangan hidup. Jadikanlah harta benda yang kita miliki sebagai ‘sarana’ yang membantu perkembangan diri kita menuju hidup mulia dan bermartabat.
Saudaraku, mengikuti Kristus dengan sepenuh hati, segenap budi dan seluruh kekuatan itulah yang diperlukan dalam perjuangan untuk memenuhi kehendak Allah; dengan pikiran dan hati kita hendaknya selalu terarah kepada Allah.
Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin.