Cinta Ibu Bumi, Cinta Sesama dan Lestarikan Alam untuk Generasi Mendatang

 

KEGEMBIARAAN dan HARAPAN, duka dan kecemasan, orang-orang zaman sekarang, terutama kaum “miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga (Gaudium et Spes art. 1). Kutipan dari salah satu Dokumen Konsili Vatian II ini mengajak kita untuk bergerak dan bertindak serta menjadi saudara bagi sesama. Demikian juga melepaskan sekat-sekat pemisah dan menjadi saudara dengan siapapun, tanpa membeda-bedakan. Dasar nilainya adalah kemanusiaan.

Sebagai saudara, Gereja – yakni kita, diharapkan peka terhadap keprihatinan dan kebutuhan sesama. Makna kata “sesama” hendaknya tidak hanya dipersempit pada sesama manusia, tetapi juga “sesama ciptaan Tuhan”. Artinya, kita pun dipanggil untuk peduli terhadap keprihatinan dan kebutuhan lingkungan sekitar kita. Dalam bentuk konkrit, kita mulai kepeduliaan itu pada situasi lokal.

Bangsa Indonesia, khususnya Ibu Kota Jakarta sedang berjuang keras untuk menanggulangi permasalahan  sampah. Sebanyak kurang lebih 7500 ton sampah tiap hari masuk ke TPA  (tempat pembuangan akhir) di Bantargebang, yang diprediksikan tahun 2021 tempat tersebut tidak lagi dapat menampung sampah warga Jakarta. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk dapat memproses sampah tersebut menjadi sumber energy dll, tetapi antara sampah yang masuk dan  proses tersebut masihlah amat tidak seimbang. Keterlibatan kita sebagai Gereja, yang adalah bagian dari bangsa ini, sangat diharapkan.

Banyak cara sederhana yang bisa kita lakukan bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungan kita. Mulailah membiasakan menggunakan barang-barang yang dapat digunakan berulang kali (tidak sekali pakai) contohnya membawa botol minum, membawa kantong belanja yang dapat digunakan berulang kali, membawa kotak makan untuk membeli makanan, habiskan makanan, bijak memilih kemasan disaat acara-acara, kelola sampah dari sumbernya (keluarga), memilah sampah sesuai peruntukannya, dll.

Menyitir slogan dari Mgr. Soegijopranoto: “100% Katolik dan 100% Indonesia”, kita pun mempunyai panggilan yang sama dalam menggereja juga dalam berbangsa dan bernegara. Bahkan sesungguhnya bentuk bhakti kita pada negara ini menjadi wujud nyata dari iman kita.

Kita mengungkapkan iman kita dalam doa dan peribadatan. Sedangkan wujudnya adalah amal kasih yang bisa kita tujukan dalam lingkup lokal maupun yang lebih luas, pribadi maupun komunal. Pada kesempatan inipun Lingkungan Hidup Paroki Rawamangun memberikan tanda kasih bagi saudara-saudari kita di Bantargebang dari hasil sedekah sampah yang rutin dilakukan  umat di paroki tersebut. Ajakan itu sudah berjalan selama tiga tahun terakhir ini, umat diajak selalu memilah sampah dirumah masing-masing.Hasil pilahan tersebut bisa didonasikan untuk diri sendiri, lingkungan maupun paroki dalam wadah Bank Sampah Bhakti Semesta Paroki Rawamangun (bank sampah ini sudah sangat dikenal  pemerintahan DKI Jakarta, bahkan sering mendapat undangan untuk mensosialisaikan bagaimana cara membentuk habitus/kepedulian umat untuk memilah sampahnya di lingkungan masing-masing).  Dari hasil pilah sampah tersebut lingkungan-lingkungan memiliki buku tabungan, dan hasil pengumpulannya mereka gunakan untuk kegiatan di lingkungan masing-masing diantaranya untuk berziarah.  Sedangkan pengumpulan an Paroki tiap tahun kita sumbangkan kepada saudara-i kita yang sangat membutuhan.

“Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati”, adalah benar apa yang disampaikan oleh St. Yakobus dalam sebuah suratnya (Yak 2:17). Seorang yang mengaku beriman tetapi tidak diungkapkan dalam doa dan diwujudkan dalam perbuatan kasih, sama juga bohong.  Salah satu gerakan konkrit yang bisa kita lakukan adalah kepedulian dan keterlibatan kita dalam menangani sampah. Mari mulai dari diri sendiri, keluarga kita, lingkungan kita dan gereja kita masing-masing. (By Paroki Rawamangun)

Layanilah dalam cinta kasih

 

– Layanilah dalam cinta kasih –

Mengacu pada bacaan Injil hari ini, para murid memarahi orang yang membawa banyak anak kecil kepada Yesus, tapi sebaliknya Yesus justru memarahi para muridNya dan berkata: “Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu! Jangan menghalang-halangi mereka karena orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”

Di sinilah Yesus mengajarkan ‘jalan iman’ kepada kita’, yakni belajar melayani dengan menjadi seperti anak-anak (children) dan bukan bersikap kekanak-kanakan (childish).
Adapun sifat dan teladan yang dimiliki seorang anak kecil yang dapat kita maknai sebagai kunci untuk membuka pintu masuk ke dalam Kerajaan Surga, antara lain:

1. Ketulusan
KETULUSAN dan KEMURNIAN hati anak-anak menunjukkan kepolosan dalam mengasihi.

Di sinilah kita diajak untuk mempunyai cinta kasih yang tulus seperti anak-anak kecil, yang mengedepankan kemurnian hati tanpa banyak kepentingan terselubung.

2. Keterbukaan
KETERBUKAAN hati anak-anak mengungkapkan kesungguhan dalam melayani dengan kasih.

Di sinilah kita diajak untuk membuka hati dengan penuh kasih dan sukacita untuk melayani sesama, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir.
Dalam diri merekalah, Kristus hadir secara nyata untuk kita kasihi dan layani.

3. Kesederhanaan
KESEDERHANAAN sikap anak-anak mencerminkan sikap percaya dan mudah menerima. Tatapan matanya yang bening dan tangannya yang lembut menyapa siapa saja yang memandangnya.

Di sinilah kita diajak untuk mau bersikap sederhana dan rendah hati di hadapan Allah, serta percaya padaNya dengan sepenuh hati.

4. Kepasrahan
KEPASRAHAN anak-anak kepada orang tuanya menunjukkan ketergantungan hidupnya, karena semua kebutuhan hidupnya secara total bergantung pada orang tuanya.

Di sinilah kita diajak untuk belajar memiliki kepasrahan sekaligus keyakinan total kepada Allah yang sangat mengasihi kita.
Waspadalah terhadap banyaknya keterikatan dan kelekatan pada hal-hal yang duniawi, sehingga membuat kita enggan untuk benar-benar berpasrah.

5. Kekudusan
KEKUDUSAN anak-anak tercermin dari garis wajah yang bening dan sinar mata hatinya tanpa dosa. Inilah gambaran tentang anak kecil yang kudus, yang belum banyak tercemar.

Di sinilah kita diajak untuk senantiasa menjaga KEKUDUSAN hati, pikiran dan sikap agar berkenan bagi Allah dalam karya pelayanan kita.

Saudaraku, yakinlah bahwa Allah menyinari semua orang dengan kasih dan rahmatNya, terlebih bagi yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir, yang tampak jelas lewat kehadiran anak-anak kecil yang tulus, terbuka, sederhana, pasrah dan kudus.
Marilah kita berupaya melayani penuh kasih seperti anak-anak dan bukan kekanak-kanakan.

Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin.

Semarak Imlek 2570 bersama Presiden RI – Ir. H. Joko Widodo

 

Dalam rangka memenuhi undangan dari Panitia Imlek Nasional, Komsos Keluarga Kudus, Paroki Rawamangun yang diwakili oleh Diana Tri Rahayu dan Irwin Wijaya menghadiri acara tersebut pada 7 Februari 2019 di Hall B3-C3 JIExpo, Jl. Benyamin Sueb, Kemayoran. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai tamu undangan dari berbagai kalangan, termasuk pers dari berbagai macam stasiun penyiaran dan media.

Acara diawali oleh sambutan dari berbagai tokoh-tokoh masyarakat, dimeriahkan oleh tarian daerah dan puncaknya yaitu sambutan dan oborolan dengan Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo.

Adalah merupakan suatu kebanggaan dapat memenuhi undangan dari Panitia Imlek Nasional dan dapat bertemu secara langsung dengan Bapak Presiden RI, Bapak Ir. H. Joko Widodo. (By Sie. Komsos)

Berdoa dan Berkarya

 

~ Berdoa dan Berkarya ~

Inilah sebuah karya nyata bagi setiap orang beriman. Artinya ia mengintegrasikan imannya dengan suatu karya nyata, apa yang diwartakan juga diwujud-nyatakan, ada keutuhan antara teori dan praktek. Jadi dasar kekuatan dari tindakan nyata ini adalah iman.

Mengacu pada bacaan Injil hari ini, Kristus menunjukkan iman dan kasihNya secara gamblang lewat karya nyata, ucapan penuh cinta serta doa untuk sesama dan semesta.
Adapun eksistensi manusia nampak dalam hidupnya secara nyata sebagai “manusia pekerja”, antara lain:

1. Bekerja keras
Bekerja sekuat tenaga untuk mengaktualkan iman yang kita hayati. Sebab untuk menggerakkan bumi, kita sendiri harus menggerakkan diri terlebih dahulu. Untuk mengubah dunia, kita harus bekerja keras mengubah diri sendiri dulu.

Di sinilah kita diajak untuk menyumbangkan tenaga dan kreasi bukan sekedar gaya dan eksebisi.

2. Bekerja cerdas
Bekerja dengan akal, pemikiran untuk mengaktualkan iman yang kita hayati, cobalah untuk mengerti dulu baru bercerita. Pahami dulu masalahnya, kemudian baru menjawab. Berpikir dulu baru berkata. Dengarkan dulu secara utuh, baru beri penilaian. Bekerjalah secara cerdas dulu baru berharap.

Di sinilah kita diajak menyumbangkan pemikiran untuk mencari solusi dan bukan sekedar sensasi.

3. Bekerja iklas
Di balik kerja keras dan kerja cerdas terdapat kerja iklas, yakni kerja yang didasari oleh ke-iklasan hati. Sebab hidup kita akan berubah menjadi lebih baik jikalau kita bersedia secara iklas hati untuk mengubah diri sendiri terlebih dahulu.

Di sinilah kita diajak untuk menjadi orang beriman yang berkarya dengan hati sukarela, tanpa pamrih karena kita bekerja bukan semata demi kepentingan diri sendiri, tapi demi kemuliaan Allah dan keselamatan sesama, sehingga karya kita akan dirasakan penuh dengan empati dan belarasa yang real dan sejati, tidak membual dan tidak basa basi.

Saudaraku, berdoa dan menyerukan nama Allah itu penting, namun tidaklah cukup. Oleh karena itu, apa yang menjadi kata-kata dalam doa kita hendaknya juga diwujudkan dalam karya nyata, dan sebaliknya karya nyata kita hendaknya kita persembahkan dalam doa-doa kita.

Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus senantiasa menyertai kita sekeluarga yang setia mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah. Amin.

Hati Hamba Allah

 

~ Hati Hamba Allah ~

Pengalaman dikasihi Allah inilah dasar pelayanan sebagai ‘hamba’ karena ingin membalas kasihNya.
Mengacu pada bacaan Injil hari ini, fokus pengajaran Kristus adalah semangat menjadi hamba yang siap mengabdi dan melayani dengan tulus, antara lain:

1. Kesetiaan
Hamba yang SETIA dan taat melayani, berani membakar egonya dan mengabdi dengan tulus hati. Inilah prinsip hidup para murid Kristus dalam pelayanan sebagai seorang hamba: “Kami ini hamba-hamba tak berguna. Kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.”

Di sinilah kita diajarkan satu kebijaksanaan yang seharusnya menyadarkan kita bahwa manusia diciptakan sewajah dengan Allah. Oleh karena itu manusia seharusnya menyadari makna pengabdian yang tulus kepada Allah.

2. Kerendahan hati
Hamba yang baik memiliki semangat KERENDAHAN HATI; ia tidak akan membanggakan dirinya sebagai pelayan, tidak mencari popularitas, tetapi merasa sebagai hamba yang tidak berguna dan siap melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Di sinilah kita diajak untuk menyadari pentingnya memiliki hati sebagai hamba yang rendah hati melayani. Pengabdian yang kita miliki merupakan wujud kasih kita kepada Allah dan sesama, maka jangan berhenti berbuat baik dalam melayani.

Saudaraku, marilah kita melayani Allah dengan setulus hati, taat-setia dan penuh kerendahan hati.

Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus senantiasa menyertai kita sekeluarga sebagai hamba Allah yang taat-setia dan rendah hati. Amin.