– Murah hati seperti Bapa –
Hari ini kita memasuki hari Minggu Prapaskah IV tahun C. Di dalam liturgi Gereja Katolik, biasa disebut hari Minggu Laetare atau hari Minggu Sukacita.
Selama tiga pekan Prapaskah, kita diajak untuk merenungkan persiapan merayakan Paskah:
¤ Pekan I
Kita diajak untuk mengalahkan kuasa godaan berupa kenikmatan dunia, kekuasaan dan popularitas.
¤ Pekan II
Kita diajak untuk selalu menyadari kemuliaanNya yang dapat dicapai hanya lewat penderitaan.
¤ Pekan III
Kita diajak untuk membangun semangat tobat yang radikal.
Mengacu pada bacaan Injil Minggu Prapaskah Pekan IV ini, kita diajak untuk bersukacita, karena Allah adalah Bapa yang baik, Bapa yang penuh kasih sayang dan suka mengampuni.
Kristus mengajarkan melalui perumpamaan tokoh “sang bapa” yang memiliki dua orang anak dengan karakter yang berbeda:
1. Anak bungsu
Anak yang menegarkan hatinya dengan meminta warisan, meninggalkan rumah dan menghabiskan warisan untuk berfoya-foya.
2. Anak sulung
Anak yang menjauhkan hatinya dengan menghayati diri sebagai seorang pelayan dan tidak merasakan rahmat-Nya yang begitu besar. Maka ia menuntut pemberian upah dari bapanya atas segala jerih-payahnya.
Kedua karakter anak ini GAGAL menghargai ‘status’ dan ‘kedudukan’ mereka sebagai anak-anak yang diperkenankan hidup dalam persekutuan dengan bapanya.
Sebaliknya karakter tokoh ‘sang bapa’ yang berbelas kasih ini nampak dalam sikapnya, antara lain:
¤ menerima dan menghargai kerapuhan anaknya
¤ tidak mudah menghakimi dan menuding kegagalan anaknya
¤ mengampuni dan menerima kembali anaknya.
Karakter tokoh ‘sang bapa’ inilah yang dipakai oleh Yesus untuk menggambarkan karakter Allah yang berbelas-kasihan, yaitu: Allah yang Maharahim.
Kita membutuhkan dua hal mendasar agar sungguh mengalami Allah yang berbelas-kasihan, antara lain:
1. Pembaruan
Peristiwa PEMBARUAN, yaitu pembaruan yang dinyatakan dalam peristiwa ‘penebusan Kristus’. Tanpa peristiwa pembaruan, maka ‘anak bungsu’ dan ‘anak sulung’ dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah menyadari makna kerahiman dan kemurahan bapanya. Mereka juga akan hidup dalam permusuhan, dan tidak saling menghargai serta menyayangi.
Di sinilah kita perlu menyadari bahwa kita juga membutuhkan ‘pemulihan’ dan ‘pembaruan’ oleh Roh Kudus.
2. Spiritualitas
Peristiwa SPIRITUALITAS, yaitu nilai-nilai iman yang dihayati secara eksistensial dalam kehidupan kita, sehingga menghasilkan dampak yang transformatif.
Di sinilah kita diajarkan bagaimana nilai-nilai SPIRITUALITAS menjadi suatu kenyataan hidup apabila kita mengalami perjumpaan dengan Allah dengan paradigma yang baru sebagaimana terlihat dalam perjumpaan bapa dengan “anak bungsu” yang pulang kembali ke rumah bapanya, dan “anak sulung” yang disadarkan akan statusnya sebagai seorang anak sulung dan pewaris.
Saudaraku, marilah kita bertobat dan kita pulang ke rumah Bapa yang maharahim dan berbelas-kasihan.
Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus senantiasa menyertai perjuangan kita sekeluarga untuk bertobat. Amin.